3 Perbedaan Force Delisting dan Voluntary Delisting
Ilustrasi saham (Unsplash)

Bagikan:

YOGYAKARTA – Dalam dunia pasar saham, ada dua istilah yang patut diketahui terutama oleh investor pemula yakni force delisting dan voluntary delisting. Delisting sendiri adalah penghapusan saham di bursa efek. Lalu apa perbedaan force delisting dan voluntary delisting?

Perbedaan Force Delisting dan Voluntary Delisting

Secara umum delisting adalah penghapusan saham perusahaan tertentu dari bursa efek yang dilakukan secara resmi. Saat suatu saham mengalami delisting, maka saham tidak bisa diperdagangkan lagi di bursa efek.

Dalam pelaksanaannya, delisting bisa terjadi karena dua hal yang kemudian dikenal dengan istilah force delisting dan voluntary delisting, berikut ini pengertian sekaligus perbedaannya.

  1. Pengertiannya Berbeda

Salah satu unsur yang jadi pembeda antara force delisting dan voluntary delisting adalah pengertiannya. Force delisting adalah penghapusan saham perusahaan yang dilakukan secara paksa. Sedangkan voluntary delisting dilakukan secara sukarela.

  1. Penyebab Delisting

Merujuk pada pengertian, force delisting dan voluntary delisting terjadi karena penyebab yang berbeda-beda. Pemicu perusahaan mengalami force delisting adalah karena adanya pelanggaran ketentuan seperti laporan keuangan yang tidak disampaikan secara terbuka, bisnis perusahaan patut dipertanyakan, dan masih banyak lagi.

BEI sendiri memiliki aturan terkait prosedur force delisting. Setelah prosedur dilakukan dan tidak ada perubahan dari perusahaan maka BEI akan menghapus saham perusahaan dari pasar saham.

Berbeda dengan voluntary delisting yang jika merujuk pada namanya, pemicu delisting adalah karena kesadaran atau atas dasar sukarela dari pihak perusahaan. Misalnya, perusahaan berubah status jadi perusahaan tertutup, perusahaan bangkrut, atau terjadi merger sehingga memutuskan mundur dari pasar saham.

  1. Dampak Kerugian Terhadap Pemegang Saham

Bagi investor, force delisting dianggap lebih banyak merugikan dibanding voluntary delisting. Pemegang saham perusahaan yang mengalami force delisting akan sulit menjual saham mereka sehingga investor terpaksa menelan kerugian. Saham perusahaan yang mengalami force delisting memang masih memungkinkan untuk dijual, namun hanya bisa dijual di pasar negosiasi. Berbeda dengan pemegang saham yang terkena voluntary delisting.

Perlu diketahui bahwa perusahaan yang mengajukan delisting harus mematuhi ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal.

Dalam Pasal 64 Ayat 1 disebutkan ada empat syarat yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang ingin beralih status dari perusahaan publik jadi perusahaan tertutup. Salah satu aturannya adalah untuk melakukan buyback semua saham yang dimiliki publik. Dengan begitu kerugian pemegang saham perusahaan tidak terlalu besar.

Perlu diketahui bahwa perusahaan yang mengajukan force delisting bertanggung jawab dengan melakukan buyback saham yang dipegang oleh publik sesuai aturan buyback. Hanya saja harga beli yang ditawarkan cukup kecil.

Perusahaan akan melakukan pembelian saham hingga jumlah melebihi 10 persen dari modal yang diberikan perusahaan terbuka. Dengan begitu jumlah pemegang saham tidak lebih banyak dari 50 pihak atau jumlahnya ditentukan oleh OJK.

Sedangkan buyback yang dilakukan atas dasar voluntary delisting, harga pembelian saham wajib lebih tinggi dibanding harga tertinggi di perdagangan harian Bursa Efek.

Itulah beberapa perbedaan force delisting dan voluntary delisting. Kunjungi VOI.ID untuk mendapatkan informasi menarik lainnya.