Bagikan:

JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) ungkapkan saham PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex memenuhi kriteria delisting. Berdasarkan ketentuan III.1 Peraturan Bursa I-N disebutkan bahwa delisting atas suatu saham dapat terjadi karena beberapa hal.

Adapun dalam ketentuan III.1.3.1 Perusahaan Tercatat mengalami suatu kondisi atau peristiwa yang signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.

Selanjutnya berdasarkan ketentuan III.1.3.3 Saham Perusahaan Tercatat telah mengalami Suspensi Efek, baik di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, dan/atau di seluruh Pasar, paling kurang selama 24 (dua puluh empat) bulan terakhir.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna mengatakan, berdasarkan pemantauan kami, Bursa telah melakukan Penghentian Sementara Perdagangan Efek SRIL di Seluruh Pasar sejak tanggal 18 Mei 2021 hingga sampai saat ini karena adanya Penundaan Pembayaran Pokok dan Bunga MTN Sritex Tahap III Tahun 2018 ke-6.

"Dengan demikian SRIL telah memenuhi kriteria untuk dilakukan Delisting karena supensi atas efek SRIL telah mencapai 42 bulan," ujarnya dalam keterangannya, Jumat, 25 Oktober.

Sehubungan dengan pemberitaan mengenai putusan pailit SRIL, Nyoman menyampaikan Bursa telah meminta permintaan penjelasan dan reminder kepada SRIL untuk menyampaikan Keterbukaan Informasi kepada Publik mengenai tindaklanjut dan rencana Perseroan terhadap putusan pailit termasuk upaya SRIL untuk mempertahankan going concern-nya.

Selain itu dalam melakukan pemantauan atas Perusahaan Tercatat, Nyoman menjelaskan Bursa juga melakukan beberapa upaya perlindungan investor ritel, salah satunya melalui pengenaan notasi khusus dan penempatan pada Papan Pemantauan Khusus apabila Perusahaan Tercatat memenuhi kriteria-kriteria tertentu.

Adapun hal tersebut sebagaimana diatur dalam Peraturan Bursa I-X tentang Penempatan Pencatatan Efek bersifat Ekuitas pada Papan Pemantauan Khusus.

"Hal ini diharapkan bisa menjadi awareness awal bagi investor atas potensi adanya permasalahan pada Perusahaan Tercatat," jelasnya.

Nyoman menyampaikan sedangkan pada Perusahaan Tercatat yang dilakukan suspensi, baik karena sanksi maupun suspensi karena penyebab lainnya, maka upaya perlindungan investor ritel dilakukan melalui beberapa hal, antara lain dengan menyampaikan reminder delisting kepada Perusahaan Tercatat yang telah dilakukan suspensi atas efeknya selama 6 bulan, menyampaikan undangan hearing, permintaan penjelasan mengenai upaya perbaikan penyebab suspensi serta rencana bisnis ke depan.

Selanjutnya, Nyoman menyampaikan perusahaan tercatat wajib memberikan update progress rencana perbaikan tersebut setiap bulan Juni dan Desember.

"Bursa juga akan melakukan pengumuman potensial delisting setiap 6 bulan, yang di dalamnya mencantumkan informasi mengenai masa suspensi, susunan manajemen dan pemegang saham terakhir, serta kontak yang bisa dihubungi," tuturnya.

Dalam melakukan pemantauan terhadap SRIL, Bursa telah melakukan pengumuman potensi delisting setiap 6 bulan dengan rincian:

1. Pengumuman Bursa nomor Peng-00050/BEI.PP3/11-2021 tanggal 18 November 2021;

2. Pengumuman Bursa nomor Peng-00022/BEI.PP3/05-2022 tanggal 18 Mei 2022;

3. Pengumuman Bursa nomor Peng-00060/BEI.PP3/11-2022 tanggal 18 November 2022;

4. Pengumuman Bursa nomor Peng-00027/BEI.PP3/05-2023 tanggal 17 Mei 2023;

5. Pengumuman Bursa nomor Peng-00093/BEI.PP3/11-2023 tanggal 20 November 2023; dan

6. Pengumuman Bursa nomor Peng-00020/BEI.PP3/06-2024 tanggal 28 Juni 2024.

Adapun berdasarkan POJK 3/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal dan SE OJK No. 13/SEOJK.04/2023 tentang Pembelian Kembali Saham Perusahaan Terbuka sebagai Akibat Dibatalkannya Pencatatan Efek oleh Bursa Efek karena Kondisi atau Peristiwa yang Signifikan Berpengaruh Negatif terhadap Kelangsungan Usaha disebutkan bahwa apabila delisting dilakukan atas Perusahaan terbuka karena kondisi yang berpengaruh pada kelangsungan usaha, maka Perusahaan terbuka wajib mengubah status menjadi Perusahaan Tertutup dan diwajibkan melakukan buyback atas saham publik dengan ketentuan dan harga sebagaimana diatur dalam POJK 3/2021 dan SE OJK tersebut.