JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menghimpun pajak pertambahan nilai (PPN) senilai Rp15,68 triliun dari 161 pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) per 31 Oktober 2023.
“Jumlah tersebut berasal dari Rp731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp5,51 triliun setoran tahun 2022, dan Rp5,54 triliun setoran tahun 2023,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti dikutip dari ANTARA, Rabu, 8 November.
Jumlah PMSE yang ditunjuk menjadi pemungut PPN tidak mengalami penambahan dari bulan sebelumnya, sebab selama Oktober 2023, pemerintah tidak melakukan penunjukan.
Pada bulan tersebut, pemerintah hanya melakukan pembetulan elemen data dalam surat keputusan penunjukan dari IBM Cloud International B.V. dan Tencent Music Entertainment Hongkong.
Untuk meningkatkan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) antara pelaku usaha digital dan konvensional, pemerintah telah mengatur penunjukan pelaku usaha PMSE untuk memungut PPN sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.03/2022.
Menurut peraturan tersebut, pelaku usaha yang telah ditunjuk menjadi pemungut wajib memungut PPN dengan tarif 11 persen atas produk digital luar negeri yang dijual di Indonesia.
Selain itu, pemungut juga wajib membuat bukti pungut PPN yang dapat berupa commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis lainnya yang menyebutkan pemungutan PPN dan telah dilakukan pembayaran.
BACA JUGA:
Ke depan, untuk terus menciptakan keadilan tersebut, pemerintah masih akan menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia.
Kriteria pelaku usaha yang dapat ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE di antaranya nilai transaksi dengan pembeli Indonesia telah melebihi Rp600 juta setahun atau Rp50 juta sebulan dan/atau jumlah traffic di Indonesia telah melebihi 12 ribu setahun atau seribu dalam sebulan.