Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tengah mengupayakan adanya instruksi presiden (inpres) mengenai air minum dan sanitasi. Hal ini untuk mempercepat sambungan rumah tangga dari instalasi pengolahan air (IPA) yang ada di seluruh Indonesia.

"Saya kira ke depan, kami akan upayakan inpres air minum dan sanitasi dalam rangka mempercepat sambungan rumah tangga dari sejumlah instalasi pengolahan air (IPA) yang sudah kami bangun. Sekitar 6,8 juta sambungan rumah (SR) yang akan kami kerjakan melalui inpres air minum dan sanitasi itu," kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono kepada wartawan di JIExpo Kemayoran, Jakarta, dikutip Sabtu, 4 November. 

Menteri Basuki mengatakan hal tersebut sudah dilaporkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan kini sedang dalam tahap perumusan. 

"Ini sedang dirumuskan inpresnya, inpresnya sudah disetujui oleh bapak presiden dua minggu yang lalu, sekarang sedang disiapkan inpresnya," ujarnya.

Dia mengatakan, jumlah anggaran yang direncanakan dalam inpres air dan sanitasi tersebut mencapai sekitar Rp16,6 triliun.

Nantinya inpres itu bisa membuat sambungan air minum dari IPA-IPA yang sudah dibangun ke sambungan rumah tangga (SR) di seluruh wilayah Indonesia, dengan sasaran utama di empat (4) provinsi.

"Kalau inpres air dan sanitasi ini kebutuhan totalnya Rp16,6 triliun. Jadi, tidak membangun IPA, tapi untuk nyambung ke rumah sehingga totalnya ada 6,8 juta sambungan rumah yang bisa dipasang," ucap Basuki.

"Terutama, untuk sanitasi yang kami baru resmikan di Palembang, Jambi, Makasar, dan Pekanbaru. Itu biasanya sambungan rumah tangganya oleh pemerintah daerah, nah karena lambat kami mau pake intervensi dengan inpres," tambahnya.

Basuki menargetkan inpres tersebut mulai berlaku pada 2024 mendatang dan akan dibantu oleh bank dunia. 

"Iya, tahun depan akan berlaku. Tadi (world bank) datang, itu nanti reimbursement. Jadi, kayak Program for Results Financing (PforR). Jadi, kalau kami sudah result biayanya, dicek sesuai dengan kriterianya nanti reimbursement ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu)," pungkasnya.