Bagikan:

JAKARTA - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menargetkan pada kuartal I-2024 Indonesia telah memiliki harga acuan crude palm oil (CPO) sendiri.

Bursa CPO milik Indonesia sendiri telah memulai perdagangannya pada hari ini.

Seperti diketahui, Indonesia menjadi produsen minyak sawit terbesar dengan kapasitas sekitar 50 juta ton per tahun.

Namun, Indonesia masih menggunakan acuan harga dari Malaysia maupun Rotterdam.

Kepala Badan Pengawas Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Didid Noordiatmoko mengatakan, pemerintah memang menargetkan price reference atau harga acuan CPO terbentuk pada kuartal I-2024.

“Kami targetkan triwulan pertama 2024 kita sudah bisa dapat price reference. Itu artinya jika, itu sudah kredibel artinya volumenya cukup dan harganya juga tidak naik turun tidak drastis sekali jadi kita bisa yakini pembeli panjualnya itu money to money,” ujarnya di Kantor ICDX, Jakarta, Jumat, 20 Oktober.

Lebih lanjut, Didid mengatakan, harga acuan tersebut juga ditujukan untuk dapat membuat harga CPO lebih adil (fair).

Kata dia, perdagangan dengan bursa CPO ini akan lebih terorganisir.

“Ini bukan soal harus tinggi, atau harus naik. Tapi fair. Dimana awal sesi dibuka dengan harga Rp12.485 per kg dan dapatnya Rp11.305 per kg dan itulah yang fair,” katanya.

Meski begitu, Didid mengatakan, pihaknya tidak akan memaksa pihak manapun untuk menggunakannya sebagai harga acuan. Namun, harga acuan CPO itu nantinya bisa digunakan oleh Kementerian Perdagangan dalam membentuk Harga Patokan Ekspor (HPE).

Selain itu, harga tersebut juga akan digunakan pemerintah daerah (pemda) dan Kementerian Pertanian untuk membentuk harga tandan buah segar (TBS) sawit.

“Kami mengeluarkan harga acuan saja. Nanti masing-masing instansi bebas menggunakan apa. Kami tidak memaksa, tapi ini merupakan harga yang fair. Karena dari hasil perdagangan yang fair. Karena ini akan berpengaruh terhadap akuntabilitas dia,” jelasnya.

Didid mengatakan, pemerintah juga akan menyiapkan insentif bagi para pelaku usaha yang mau melakukan perdagangan melalui bursa CPO.

“Ini (insentif) lagi kami godog, harapannya dalam waktu dekat terumuskan sehingga kuartal I 2024 ini bisa menjadi price reference karena makin banyak yang ikut bursa,” kata Didid.

Jika bursa CPO Indonesia nantinya telah menjadi referensi harga sawit dunia, maka pelaku usaha dalam negeri tidak lagi mengacu pada ferensi harga di bursa Malaysia dan Rotterdam.

“Kami juga meyakinkan ke Kementerian Pertanian bahwa ini harga kredibel dan bisa menjadi referensi dalam pengambilan kebijakan baik CPO di hilir maupun harga TBS (tanda buah segar) di hulu,” pungkasnya.