JAKARTA - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan tengah menyusun kebijakan ekspor clude palm oil (CPO) melalui bursa berjangka. Saat ini, pembentukan bursa CPO masih dalam proses.
Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko menerangkan, Bappebti mengedepankan kehati-hatian dalam penyiapan bursa berjangka CPO.
“Kami menjaga agar kebijakan dan ketentuan yang tengah disusun tidak bertabrakan,” katanya dalam keterangan resmi, ditulis Minggu, 6 Agustus.
Terkait dengan itu, pemerintah sudah menyusun tiga rancangan kebijakan dan ketentuan teknis terkait bursa berjangka CPO. Pertama, Rancangan Perubahan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2022.
Kedua, sambung Didid, Rancangan Peraturan Bappebti tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Perdagangan Pasar Fisik Minyak Sawit Mentah. Ketiga, Rancangan Peraturan Tata Tertib (PTT) Pasar Fisik CPO.
Manfaat Bursa CPO
Didid mengatakan perdagangan CPO di Indonesia saat ini masih mengacu pada harga referensi dari bursa Malaysia dan Rotterdam.
Padahal, Indonesia merupakan penghasil dan pengekspor CPO terbesar di dunia dengan volume ekspor CPO mencapai 3,462 juta ton pada 2022.
Lebih lanjut, Didid mengatakan, kondisi ini menjadi tidak transparan, tidak real time, dan sering menimbulkan under pricing.
Karena itu, Didid menilai dengan adanya bursa CPO, Indonesia akan memiliki harga acuan sendiri.
“Manfaat kebijakan ekspor CPO melalui bursa berjangka yaitu pertama, terbentuk harga acuan (price reference) CPO yang transparan, akuntabel, dan real time,” ucapnya.
Lebih lanjut, Didid mengatakan, manfaat kedua adalah Harga Patokan Ekspor (HPE) dapat ditetapkan dengan jelas dan penerimaan negara dari pajak akan meningkat.
Manfaat ketiga, sambung Didid, dapat mendorong perbaikan harga Tandan Buah Segar (TBS) oleh Kementerian Pertanian dan menjadikan harga acuan biodiesel oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral lebih akurat.
“Ke depannya diharapkan bursa CPO dapat memfasilitasi perdagangan CPO lokal sehingga transaksi di bursa akan lebih likuid,” kata Didid.
BACA JUGA:
Mengenai implementasi UU Anti-Deforestasi dari Uni Eropa, Didid menuturkan, Indonesia dan Malaysia harus bersinergi dan bersama memperjuangkan CPO.
“Indonesia dan Malaysia berada di posisi yang sama sebagai produsen terbesar CPO sehingga harus bersama-sama memperjuangkan CPO. Terkait pembentukan bursa, Bappebti akan belajar dari bursa-bursa komoditas di dunia, termasuk bursa di Malaysia,” ungkap Didid.