Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) gencar mengampanyekan bahaya timbal dan berkomitmen untuk mulai mengurangi pemakaian timbal pada industri agar tidak memberikan dampak negatif kepada masyarakat.

Asisten Deputi (Asdep) Pengelolaan Sampah dan Limbah Kemenkomarves, Rofi Alhanif mengatakan jika hingga saat ini kehadiran timbal di berbagai industri tidak bisa 100 persen dihilangkan meski sudah banyak ditemukan alternatif pengganti namun belum bisa diakses oleh seluruh industri.

"Kami berharap, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dapat mengembangkan teknologi yang dapat menggantikan timbal dalam dunia industri agar dampak dari timbal diminimalisir," ujarnya dalam Seminar Nasional Indonesia Bebas Timbal Menuju Masa Depan Lebih Hijau: Mengenal dan Mendukung Produk Non Timbal untuk Keberlanjutan Lingkungan dan Kesehatan, Jumat 20 Oktober.

Ia memaparkan, data dari Unicef menunjukan, lebih dari 8 juta anak di indonesia memiliki kadar timbal dalam darah diatas 5 mikrogram per desiliter (μg/dL), dan paparan tersebut bisa menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan anak-anak, untuk masyarakat dan bahkan bisa mengakibatkan dampak yang fatal terhadap tubuh manusia.

Kemenko Marves juga mengapresiasi industri yang sudah berupaya meninggalkan timbal dalam proses produksinya demi keberlansungan hidup manusia.

Terkait bahan baku pengganti timbal, Ketua Pokja Industri Logam Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kemenperin Ginanjar Mardhikatama menjelaskan, jika bahan tersebut telah diproduksi dalam negeri.

"Bahan baku pengganti timbal itu sudah diproduksi dalam negeri, khususnya PT Timah Industri (TI) yang sudah bisa memproduksi tin stabilizer, namun karena rendahnya penyerapan dari industri dalam negeri, mayoritas produknya diekspor," ujarnya.

Kemenperin juga mendorong kerja sama antara industri pipa PVC (PolyVinyl Chloride) sebagai pengguna tin stabilizer dengan PT Timah Industri sebagai produsen tin stabilizer.

"Sama-sama mutual benefit, jadi PT Timah tidak perlu mengekspor dan kebutuhan dalam negeri terpenuhi tanpa perlu impor tin stabilizer itu sendiri," kata Ginanjar.

Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan(KLHK), sejak tahun 2022 sampai 2023 Indonesia mengimpor timbal sebanyak 41.016 ton dari Korea Selatan, Myammar, dan Australia.

"Penggunaan timbal paling tinggi digunakan di industri baterai 86 persen, kedua bisa juga digunakan untuk pelapis kabel, kemudian ada juga amunisi, pigmen industri cat karena biasanya digunakan untuk pigmen industri lain," kata Kepala Subdit Penetapan B3 KLHK Yunik Kuncaraning.

KLHK tengah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun, untuk memasukan timbal sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari kategori dapat digunakan menjadi terbatas dimanfaatkan.

"Kami sedang lakukan revisi bersama Kemenperin untuk mencoba menaikan kategori timbal yang tadinya sebagai B3 yang dapat digunakan, menjadi kategori yang terbatas dimanfaatkan," jelas Yunik.

Selain itu, pembentukan tim kerja yang terdiri dari para pemangku kepentingan untuk mulai serius menangani timbal.

"Kami berencana membentuk tim kerja yang terdiri dari para pemangku kepentingan terkait, sehingga timbal ini menjadi konsen kita bersama. sehingga kita bisa bekerja bersama-sama sehingga bisa menghindari timbal ini agar tidak berdampak bagi lingkungan," katanya.

Terkait bahaya timbal, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyebutkan, timbal salah satu logam berat dan dengan sifat beracun sama halnya seperti sianida.

"Sama kayak sianida. Sianida cepat sekali memberikan efek, timbal ini efeknya pelan tapi pasti dan mematikan juga. Pelan-pelan ini yang menyakitkan karena efeknya luar biasa," kata Sekretaris IDI dr. Ulul Albab.

Ulul menjelaskan, timbal dapat menempel ke berberapa zat yang tanpa disadari oleh manusia masuk melalui udara, air, dan makanan yang dikonsumsi.

"Institute for health metrics and Evaluation (IHME) menyebutkan pada tahun 2013 terdapat sekitar 853.000 kematian yang disebabkan oleh efek paparan timbal jangka panjang dan angka tertinggi di negara berkembang," jelas dr. Ulul.

Ia menambahkan, dampak timbal tidak secara langsung, namun nyata pada kemudian hari.

Penyakit jantung juga bisa muncul karena efek terpapar timbal, gangguan pencernaan seperti keracunan juga merupakan efek dari timbal.

Kemudian, ganggunan anemia yang sangat langka juga menyerang ibu hamil dengan menyerang pembulu darah hingga hancur. Gangguan hati, ginjal, dan mental juga dapat disebabkan oleh timbal.

"Timbal itu menetap dalam tubuh bisa sampai 25 tahun," jelasnya.

Menurutnya bahaya timbal sangat menakutkan bagi manusia melebihi stunting.

Maka dari itu, IDI mengeluarkan rekomendasi upaya pencegahan timbal pada pekerja dan masyarakat Indonesia.

"Kami melalui Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupansi Indonesia (Perdoki) tidak hanya memeriksa pasien, tappi memberikan rekomendasi kepada industri untuk kadar timbal," jelas dr. Ulul.

Rekomendasi paling utama yang dikeluarkan IDI adalah dengan mengehentikan dan mengganti timbal. Kampanye Indonesia Bebas Timbal juga sudah dikampanyekan oleh pemerintah.

"Kita harus berani mengkampanyekan Indonesia bebas timbal, kenapa saya pakai tahun 2045 karena timbal bisa dalam tubuh manusia 25 tahun, tapi mulai nya bukan 2045 tapi harus sekarang kalau tidak sampai kiamat tidak akan kita bebas timbal," pungkas Ulul.