HIPPI soal TikTok Shop Dilarang Berjualan: Masih Ada Pro Kontra di Kalangan Pengusaha
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) menyebut, ada pro dan kontra dari kalangan pengusaha ihwal pelarangan social commerce, termasuk TikTok Shop.

Diketahui, pemerintah telah menutup TikTok Shop pada 4 Oktober 2023 lalu.

Hal ini menyusul kebijakan pemerintah yang melarang media sosial memiliki fungsi ganda sebagai e-commerce sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023.

"Saya ingin menjelaskan bagaimana pandangan teman-teman pengusaha, ini tentunya sama di kalangan pengusaha juga ada yang pro, ada yang kontra," kata Ketua Umum DPP HIPPI Suryani Sidik Motik dalam diskusi 'Nasib Usaha Kecil Dilibas Social Commerce' yang dipantau secara daring pada Senin, 16 Oktober 2023.

Suryani menyebut, pro dan kontra tersebut harus dilihat terlebih dulu dari apa tujuan sebenarnya pemerintah melarang social commerce, Salah satunya TikTok Shop. Pertama, kata dia, ada isu Pasar Tanah Abang yang sepi dikarenakan keberadaan social commerce. Selain itu, pemerintah harus melindungi masyarakat, termasuk pembeli dan penjual.

"Di satu sisi, platform-platform mengenai penjualan online bukan hal yang baru buat kita," ujarnya.

Dia pun mencontohkan e-commerce lain seperti Shopee. Sedangkan, TikTok mulanya bukan platform penjualan, tetapi tiba-tiba masuk ke penjualan.

Menurut dia, di platform lainnya konsumen bisa menelusuri siapa penjualnya, serta rating produk dan tokonya. Dengan begitu, bisa dijadikan alat acuan untuk membeli.

"Saya kira karena TikTok tidak mendaftar sebagai platform untuk menjual, kemudian melakukan penjualan, saya tidak tahu persis sampai sejauh mana (SOP)," ucap Suryani.

Oleh karena itu, Suryani pun bertanya-tanya apakah TikTok sudah mendaftarkan juga para penjual di TikTok Shop atau dilakukan sambil jalan. Sehingga, kata dia, banyak pengaduan misalnya barangnya tidak sesuai dan tidak ada rating terhadap toko tersebut.

"Nah, ini berarti, kan, ada unsur penipuan," tuturnya.

Kalau hal tersebut betul, lanjut Suryani, posisi pemerintah melarang TikTok Shop sudah benar adanya. Namun, pemerintah tidak cukup hanya melarang.

"Karena pemerintah harusnya sebelum melakukan sesuatu itu mesti punya data yang lengkap. Misalnya, sudah seberapa banyak TikTok menyediakan lapangan pekerjaan," ungkapnya.

Suryani menambahkan, lapangan pekerjaan tersebut bisa berupa host live yang membantu menjual produk, content creator atau pembuat konten, dan sebagainya.

"Mohon maaf lahir batin, kalau toko toko offline mati, saya kira itu fenomena yang sudah lama ketika platform-platform yang lain juga sudah muncul. Yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah untuk menghidupkan misalnya Tanah Abang dan sebagainya," pungkasnya.