JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyebut, ketika transaksi di aplikasi media sosial atau contohnya seperti TikTok Shop resmi ditutup, maka pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) harus melakukan penyesuaian strategi bisnis.
"Pelarangan social commerce berpotensi meningkatkan transaksi dan pengguna e-commerce. UMKM harus melakukan penyesuaian strategi bisnis untuk memasarkan produknya secara daring melalui platform e-commerce," kata Direktur Program Indef Esther Sri Astuti dalam Diskusi Publik bertajuk 'Larangan Transaksi Social Commerce, Tepatkah?' secara virtual, Selasa, 3 Oktober.
Esther mengatakan, akibat penggunaan media sosial yang disertai jumlah pengguna yang luar biasa peningkatannya, ini bisa menjadi peluang bagi UMKM untuk meningkatkan pangsa pasar secara masif.
"Nilai transaksinya dan jumlah penggunanya pun sangat pesat peningkatannya. Jadi, sebaiknya nanti UMKM itu memang didorong ke arah sana (e-commerce), untuk apa? Untuk bisa go public, go international, naik kelas. Jadi, menurut saya, sebenarnya ini adalah peluang yang sangat besar, tidak hanya untuk usaha-usaha bisnis besar, tetapi juga untuk UMKM," ujarnya.
Meski begitu, Esther menilai, dengan adanya larangan transaksi melalui aplikasi media sosial, seperti TikTok Shop yang baru-baru ini dilarang pemerintah untuk melakukan transaksi jual-beli, maka pelaku UMKM yang notabene adalah penjual atau seller tersebut tidak dapat bertransaksi di sana.
Namun di sisi lain, adanya regulasi Permendag Nomor 31 Tahun 2023, justru mengatur media sosial hanya dapat digunakan untuk media promosi barang dan jasa.
"Tapi, kalau sampai ada fasilitas pembayaran dalam transaksi jual-beli tersebut, nah itu harusnya masuk ke platform e-commerce, bukan media sosial," tuturnya.
BACA JUGA:
Esther menambahkan, larangan social commerce di Indonesia tak akan membuat pelaku UMKM berhenti.
Sebab, menurut dia, lokapasar atau online marketplace di Indonesia beragam, bahkan sempat menjadi kompetitor satu sama lainnya, sehingga pelaku UMKM dapat memiliki opsi lain untuk berjualan.
Bahkan, konsumen pun dapat window shopping antara satu marketplace dengan lainnya dalam waktu bersamaan.
"Dampak pelarangan satu media sosial yang menyediakan transaksi belanja sekaligus pembayarannya, sebenarnya dilarang satu, itu tidak terlalu signifikan di masyarakat. Kenapa? Masyarakat baik itu penjual dan pembeli, masih punya banyak opsi dan alternatif untuk bisa melakukan promosi jual-beli," imbuhnya.