JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan DPR sepakat untuk melakukan beberapa penyesuaian dalam Rancangan APBN 2024. Disebutkan bahwa langkah ini selaras dengan perkembangan ekonomi terkini dan prospek ke depan.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan, sejumlah poin penting yang berubah dalam RAPBN 2024 terutama menyangkut harga minyak yang bergerak cepat beberapa waktu terakhir.
"Kalau kita lihat keputusan Saudi dan Rusia untuk menahan jumlah produksi juga telah menimbulkan kenaikan dari harga minyak. Di satu sisi prospek perekonomian global terutama Amerika dan China tentu menjadi salah satu faktor," ujarnya dalam keterangan tertulis dikutip Jumat, 8 September.
Menkeu memaparkan, asumsi harga minyak mentah (ICP) pun disesuaikan menjadi 82 dolar AS per barel dan lifting minyak bumi menjadi 635.000 barel per hari. Sementara itu, asumsi lain masih sesuai dengan yang diusulkan dalam RAPBN 2024.
Adapun, sasaran dan indikator pembangunan tidak mengalami perubahan tetapi ditambahkan komitmen penurunan tingkat kemiskinan ekstrem di angka 0-1 persen sebagai agenda prioritas Presiden Joko Widodo.
Sri Mulyani mengungkapkan, target pendapatan negara dinaikkan Rp21 triliun dari Rp2.781,3 triliun menjadi Rp2.802,3 triliun.
Jika dirinci, penerimaan perpajakan meningkat Rp2,0 triliun menjadi Rp2.309,9 triliun terutama didorong dengan implementasi coretax system, kegiatan digital forensic, dan menjaga efektivitas implementasi reformasi perpajakan.
BACA JUGA:
Sementara, target penerimaan negara bukan pajak (PNBP) meningkat lebih besar sebanyak Rp19,0 triliun menjadi Rp492,0 triliun dipengaruhi oleh penyesuaian asumsi makro, upaya inovasi layanan, dan perbaikan tata kelola yang akan dilakukan.
"Kita telah membahas dan nanti akan disampaikan juga tambahan untuk belanja sebesar 21 triliun artinya kenaikan ini tidak mengurangi defisit. Defisit tetap dijaga pada 522,8 triliun secara nominal atau secara GDP adalah 2,29. Jadi nominal untuk defisitnya tidak berubah," kata dia.
Menkeu menjelaskan, tambahan belanja negara antara lain dialokasikan untuk belanja kementerian/lembaga sebesar Rp3,8 triliun.
Lalu, tambahan subsidi energi Rp3,2 triliun, kompensasi BBM dan Listrik Rp10,1 triliun, dan cadangan pendidikan Rp3,9 triliun.
“Peningkatan subsidi energi dilakukan terutama karena penyesuaian asumsi harga minyak mentah serta penetapan volume yang diarahkan agar lebih realistis sesuai kebutuhan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Menkeu menjelaskan pembiayaan non utang dalam bentuk investasi juga mengalami beberapa perubahan. Pertama, investasi kepada BUMN atau PMN dinaikkan Rp12,1 triliun dari Rp18,6 triliun menjadi Rp30,7 triliun. Sementara, cadangan pembiayaan dialihkan menjadi PMN sebesar 12,1 triliun.
"Dengan demikian, komposisinya saja yang berubah dalam pembahasan Panja A. Tidak ada perubahan total yaitu 176,2 namun komposisi berubah dari cadangan pembiayaan dari 25,8 dinaikkan menjadi PMN pada BUMN sebesar 12,1 sehingga total PMN BUMN menjadi 30,7 sedangkan cadangan pembiayaan turun menjadi 13,7." jelasnya.