Kemenperin Upayakan Pertumbuhan Investasi pada Industri EBT melalui Transformasi Ekonomi Hijau
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita. Foto: Dok. Kemenperin

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah mengupayakan pertumbuhan investasi pada industri energi terbarukan (EBT) melalui transformasi ekonomi hijau.

"Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian terus mendorong investasi pada industri pendukung EBT, di antaranya industri sel surya dan modul surya. Hal ini juga bertujuan menyukseskan program Net Zero Emission 2060," kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, Selasa, 29 Agustus.

Agus mengatakan, momentum pertumbuhan ekonomi dan industri harus terus didukung dengan penyediaan energi yang berlanjut (sustainable), terjangkau (equity), dan cukup (security).

Pemerintah memprioritaskan pengembangan transisi energi menggunakan Energi Baru Terbarukan (EBT) melalui transformasi ekonomi hijau.

Hal ini menjadi salah satu upaya Indonesia untuk berperan aktif dalam upaya mitigasi emisi global, antisipasi adanya perubahan iklim, dan komitmen mencapai Net Zero Emission di 2060.

Tak hanya itu, sektor industri turut berperan di sisi supply dan sisi demand. Di sisi supply, industri mesin peralatan ketenagalistrikan harus terus dikembangkan untuk menyediakan produk yang berkualitas untuk pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan.

Sementara di sisi demand, perkembangan industri akan mendorong pertumbuhan konsumsi energi listrik.

"Hal ini menjadi peluang bagi industri pendukung infrastruktur EBT di dalam negeri, khususnya industri modul surya, yang harus harus bisa digunakan semaksimal mungkin dalam proyek-proyek PLTS di Indonesia," ujar Agus.

Saat ini, di Indonesia terdapat 22 pabrikan modul surya dengan akumulasi total kapasitas kemampuan produksi tahunan produksi modul surya dalam negeri mencapai 1.644 MWp dan spesifikasi kapasitas maksimum per modul surya mencapai 560 Wp.

Meski begitu, masih terdapat kendala yang dihadapi oleh industri modul surya di dalam negeri, yaitu spesifikasi produk modul surya yang berkembang dengan cepat, industri komponen sel surya masih sangat terbatas, dan juga persyaratan kategori "Tier 1" yang dipersyaratkan lembaga pendanaan luar negeri.

Untuk memberikan kesempatan bagi industri dalam negeri berkontribusi dalam transisi energi bersih serta menjadikan sektor EBT menjadi menarik bagi investasi, Kemenperin bersama seluruh pemangku kepentingan terkait melalui kebijakan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) akan selalu berupaya mendorong produk dalam negeri pada pengadaan infrastruktur EBT, khususnya PLTS.

Salah satu upaya Kemenperin adalah dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 5 Tahun 2017 yang mengatur persyaratan nilai TKDN minimal pada proyek PLTS.

Meningkatnya porsi EBT pada RUPTL PLN Tahun 2021-2030 dan kebijakan transisi menuju Net Zero Emission 2060 menunjukkan gambaran kebutuhan atau potensi pasar untuk industri komponen EBT yang masih sangat besar.

Pasar yang besar ini harus bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh industri dalam negeri. Agus sendiri mendorong PT PLN (Persero) untuk berperan sebagai stakeholder dalam upaya mempercepat pembentukan PLTS di Indonesia.

Agus juga mengapresiasi PT Trina Mas Agra Indonesia atas komitmennya dalam membangun industri modul surya dan sel surya di Indonesia. Ini merupakan langkah yang baik dalam rangka ikut menyukseskan program Indonesia Net Zero Emission 2060.

"Investasi pabrik sel dan panel surya ini merupakan batu loncatan untuk perkembangan industri modul surya Indonesia, mendukung subtitusi impor dengan menyediakan produk modul surya yang berkualitas, yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional," ungkapnya.

Investasi tersebut juga menandakan bahwa Indonesia masih merupakan tujuan strategis investasi, sejalan dengan berbagai kebijakan dan inisiatif yang ditetapkan oleh pemerintah untuk untuk menarik investasi domestik dan internasional, yang menghasilkan pendirian industri baru dan perluasan industri yang ada.