JAKARTA - Direktur Program Mineral dan Batu bara Kementerian Energi dan SUmber Daya Mineral (ESDM), Tri Winarno mengungkapkan, mineral kritis akan memegang peranan yang sangat vital dan strategis bagi seluruh negara guna mendukung era transisi energi dari energi fosil menjadi energi terbarukan.
"Mineral Kritis sebagai bahan baku industri pembuatan panel surya, turbin angin, dan industri baterai yang digunakan untuk kendaraan listrik, dan juga storage untuk pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT)," ujar Tri, Senin 28 Agustus.
Menurutnya, mineral kritis juga memiliki nilai yang sangat tinggi karena sulit ditemukan, diekstraksi dalam jumlah yang ekonomis, serta tidak mudah digantikan dengan logam atau bahan lain.
Dengan vital dan tingginya nilai mineral kritis tersebut, Tri mengatakan, kebutuhan mineral kritis akan meningkat secara signifikan. Sehingga timbul menjadi suatu tantangan dalam hal penyediaan pasokan mineral kritis di tingkat global.
"Tantangan lainnya adalah bagimana kita dapat eksplorasi lebih jauh sumber daya mineral kritis yang ada, dengan konfigurasi geologi di Kawasan ASEAN," ujar Tri.
Menurut Tri, hilirisasi mineral di ASEAN juga menjadi tantangan lain dimana negara-negara ASEAN harus menguasai teknologi pemurnian mineral untuk membantu pengembangan hilirisasi di masa depan.
Untuk menghadapi hal tersebut, maka diperlukan kolaborasi negara-negara di ASEAN, mengingat negara anggota ASEAN merupakan negara yang dikenal memiliki beragam jenis deposit mineral dan potensi yang sangat besar, untuk berbagi praktik kebijakan terbaik, mengidentifikasi bidang-bidang utama, memaksimalkan sumber daya alam dan cadangan yang dimiliki.
"Serta dengan mendiskusikan peluang kerja sama regional yang lebih besar, dengan tujuan untuk membuka potensi mineral kritis di kawasan ASEAN," lanjut Tri.
BACA JUGA:
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso mengatakan bahwa MIND ID selaku Holding BUMN industri pertambangan di Indonesia, ditugaskan pemerintah untuk mengelola dan hilirisasi sumber daya mineral mineral, serta menjadi bagian dalam transisi energi, dengan menjaga rantai pasok komoditas yang dihasilkan dari mineral kritis, yang merupakan bahan baku dalam pengembangan EBT.
Oleh karena itu, tantangan yang ada dalam pengelolaan mineral kritis harus bisa dijadikan peluang besar untuk mewujudkan ketahanan energi ke depan.
"Dalam menghadapi tantangan geografis dan teknologi dari mineral kritis dan ekonomi sirkular untuk ekstraksi total, kolaborasi dan/atau aliansi negara-negara yang kaya akan mineral dan teknologi diperlukan untuk membangun industri energi bersih yang tangguh dan berkelanjutan," pungkas Hendi.