Bagikan:

JAKARTA - Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebut, jumlah tenaga kerja bidang konstruksi di Indonesia masih banyak yang belum bersertifikat.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua LPJK Taufik Widjoyono dalam konferensi pers di Gedung Kementerian PUPR, Jakarta, pada Kamis, 15 Juni.

"Jadi, sekarang ini baru ada 393 ribu orang (bersertifikat)," kata Taufik.

Taufik menilai, jumlah tersebut masih jauh dari angka minimal yang diperkirakan dirinya untuk menunjang pembangunan infrastruktur di Indonesia.

"Mohon maaf kami tidak punya data, tetapi angka-angka dari pusat statistik menunjukkan 8 juta orang (tenaga kerja bidang konstruksi), itu ada sopir, ada kenek, dll. Jadi, ini kalau bisa saya sebut perkiraan saya, sebenarnya minimal orang bersertifikat itu adalah 30 persen dari 8 juta," ujarnya.

Menurut Taufik, sertifikat merupakan dasar kompetensi tenaga kerja yang disiapkan oleh pengguna, dalam hal ini Kementerian PUPR untuk sama dengan standar yang dipakai di luar negeri.

"Jadi, standar nasional kompetensi dasarnya adalah SKKNI, jadi sekali orang itu bersertifikat, maka dia akan sama untuk seluruh nasional dan kedua dia akan sama juga dengan standar yang di luar negeri," ucap dia.

Oleh karena itu, kata Taufik, LPJK sebagai lembaga terkait dan bertanggung jawab atas hal tersebut memiliki tugas untuk menyetarakan para tenaga kerja konstruksi.

"Jadi, kalau saya berasumsi bahwa ini tantangan besar bagi kami untuk mensertifikasi nama yang sekarang tercatat sebanyak 393 ribu, padahal kami butuh, ya, kira-kira 2,4 juta orang, jadi saya kira ini pr bersama kami," imbuhnya.

Sekadar diketahui, sumbangsih sektor konstruksi terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional mencapai 9,14 persen, pada triwulan II-2023.