JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa desentralisasi fiskal menjadi sangat penting untuk menciptakan keadilan sosial dan di dalam rangka meningkatkan pelayanan pada masyarakat yang makin baik.
Oleh karena itu, penyerahan sumber pendanaan melalui transfer ke daerah (TKD) dan perpajakan daerah, disertai diskresi pengelolaan belanja untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah akan terus ditingkatkan dan disinergikan antara pusat dan daerah.
Demikian yang Menkeu sampaikan saat menghadiri Rapat Kerja Komite IV DPD di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta hari ini.
“Di dalam Undang-Undang HKPD (Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah), sistem perpajakan daerah, ketimpangan vertikal dan horizontal yang ini sudah sering dan terus diupayakan untuk menurun, kualitas belanja daerah menjadi perhatian semuanya karena alokasi TKDD yang meningkat, dan harmonisasi antara belanja pusat dan daerah harus semakin tinggi,” ujarnya, Selasa, 13 Juni.
Menkeu menyebut TKD telah mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Disebutkan bahwa pada 2023 TKD telah mencapai Rp814,72 triliun. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan 2005 sebesar Rp150,5 triliun saat dirinya pertama menjadi Menteri Keuangan.
“Jadi kenaikan dari jumlah nominal setiap tahunnya menggambarkan bahwa desentralisasi fiskal harus makin menggambarkan tidak hanya kenaikan TKDD, tapi pelayanan kepada masyarakat dan kemakmuran yang dirasakan oleh masyarakat di daerah harus makin nyata,” tuturnya.
BACA JUGA:
Menkeu menjelaskan, TKD merupakan sumber pendapatan utama untuk APBD yaitu sebesar 68 persen. Namun, kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) juga semakin mengalami kenaikan menjadi 27,4 persen. Hal tersebut menggambarkan ekonomi di daerah semakin meningkat sehingga sumber-sumber penerimaan asli daerah juga mengalami perbaikan.
“Kita perlu untuk terus meningkatkan pendapatan asli daerah tanpa mengurangi kesempatan investasi. Namun pada saat yang sama, kita juga harus melihat kualitas belanja daerah. Ini yang sering dilihat sebagai salah satu penghalang untuk terus memperbaiki efektivitas APBN dan APBD di dalam mendorong perbaikan kemakmuran dan kinerja perekonomian,” tegasnya.
Adapun, belanja pegawai merupakan belanja tertinggi dengan porsi rata-rata 35,01 persen. Namun porsinya perlahan menurun dari sebelumnya 40,06 persen pada tahun 2013 menjadi 34 persen pada tahun 2022. Menkeu menilai daerah perlu didorong untuk meningkatkan belanja produktif yang dapat menstimulus perekonomian.
“Kita lihat di daerah, belanja masih didominasi oleh belanja pegawai yang dalam hal ini memang mengalami tren penurunan tapi masih cukup tinggi yaitu di 34 persen. Kita perlu untuk melihat agar belanja APBD lebih dirasakan langsung dampak dan manfaatnya oleh masyarakat,” tutup Menkeu Sri Mulyani.