Bagikan:

JAKARTA – Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara Anggota ASEAN+3 menegaskan kembali komitmen bersama mereka untuk memperkuat dialog kebijakan mengenai perkembangan terkini dan prospek ekonomi global dan regional, serta respons kebijakan terhadap risiko dan tantangan ke depan.

Demikian pernyataan bersama yang dirilis usai pertemuan di Incheon, Korea Selatan pada awal pekan ini.

Disebutkan bahwa agenda strategis tersebut diselenggarakan di bawah mitra keketuaan (co-chairmanship) dari Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Indonesia, Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia (BI), Shunichi Suzuki, Menteri Keuangan Jepang, dan Kazuo Ueda, Gubernur Bank of Japan.

Menkeu Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi ASEAN+3 yang kuat sebesar 3,2 persen pada 2022, terlepas dari efek pandemi COVID-19 yang masih ada dan konflik Rusia-Ukraina yang meningkat menjadi krisis.

Sementara itu, gejolak sektor perbankan baru-baru ini di AS dan Eropa memiliki dampak rambatan yang terbatas di kawasan ASEAN+3.

“Meskipun demikian, kita harus tetap waspada. Ke depan, kawasan ini diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,6 persen pada tahun 2023, dipacu oleh permintaan domestik yang kuat karena pemulihan ekonomi terus menunjukkan perbaikan,” ujarnya dalam pernyataan tertulis hari ini, rabu, 3 Mei.

Di kesempatan yang sama, Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan tantangan saat ini dan ketergantungan yang besar pada mata uang dominan tertentu untuk perdagangan internasional dan penyelesaian investasi dapat meningkatkan kerentanan dan meningkatkan risiko stabilitas keuangan di ASEAN+3.

“Oleh karena itu, ASEAN+3 perlu berinovasi untuk dapat menjaga stabilitas, di tengah inflasi yang masih tinggi, kondisi likuiditas yang lebih ketat, ruang kebijakan yang lebih sempit, dan pengaruh kuat dolar,” tuturnya.

Gubernur Perry menekankan pentingnya memperkuat dan meningkatkan kerja sama diantara negara-negara ASEAN+3 dalam konektivitas pembayaran dengan mempromosikan penggunaan mata uang lokal yang lebih luas untuk transaksi.

“Berkaitan dengan hal tersebut, AFMGM+3 menyambut baik dan mengakui perkembangan kajian Sistem Pembayaran Lintas Batas di ASEAN+3, khususnya mengenai Penguatan Transaksi Mata Uang Lokal (Local Currency Transactions – LCT) dalam pembahasan Isu Tematik ASEAN+3,” tegas dia.

Perry menjelaskan, ASEAN menyadari perlunya pengurangan dukungan kebijakan terkait COVID-19 dengan tetap melaksanakan langkah-langkah kebijakan yang dikalibrasi secara hati-hati untuk mengendalikan inflasi, menjaga stabilitas moneter dan keuangan, memperkuat sektor-sektor utama, seperti ekonomi hijau dan ekonomi digital, memastikan keberlanjutan fiskal jangka panjang, dan mempromosikan pertumbuhan yang kuat, tangguh, dan berkelanjutan.

“Dengan mempertimbangkan risiko-risiko ini, AFMGM+3 mengakui pentingnya kolaborasi menuju pemulihan yang kuat dan inklusif serta membuat kemajuan berkelanjutan dalam agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan, untuk mencapai pembangunan global yang lebih kuat, lebih hijau, lebih tangguh, dan seimbang,” kata Perry.

Sebagai informasi, kawasan ASEAN menegaskan kembali komitmen kuat terhadap sistem perdagangan multilateral berbasis aturan yang terbuka, bebas, adil, inklusif, adil, transparan dan tidak diskriminatif dengan World Trade Organization (WTO) sebagai intinya dan menyatakan dukungan peningkatan integrasi ekonomi regional dan implementasi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) Agreement.