YOGYAKARTA – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan bakal ada sanksi khusus bagi perusahaan yang tidak membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) untuk para pekerjanya. Pemberian sanksi perusahaan tidak bayar THR diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Ida menekankan bahwa pembayaran THR Lebaran 2023 harus dibayarkan secara penuh. Artinya pengusaha tidak boleh mencicilnya.
“THR Keagamaan ini harus dibayar penuh, tidak boleh dicicil. Saya minta perusahaan agar taat terhadap peraturan ini,” kata Ida katanya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa, 28 Maret, dikutip VOI.
Selain itu, perusahaan juga wajib membayarkan THR maksimal H-7 Lebaran atau tanggal 15 April (asumsi 1 Syawal 1444 H jatuh pada 22 April 2023). Hal ini sesuai dengan Surat Edaran (SE) Nomor M/2/HK.0400//III/2023 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan tahun 2023 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan
Apabila terdapat perusahaan yang melanggar aturan tersebut, maka bakal ada sanksi yang menanti. Lantas, apa saja sanksi yang bakal didapat perusahaan jika telat atau bahkan tidak bayar THR ke buruh/pekerja?
Sanksi Perusahaan tidak Bayar THR
Menurut PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, pengenaan sanksi bagi perusahaan yang tidak membayarkan THR untuk pekerjanya akan diberikan secara bertingkat, mulai dari:
- Teguran tertulis,
- Pembatasan kegiatan usaha,
- Penghentian sementara atau sebagian alat produksi,
- Pembekuan kegiatan usaha.
"Kita semua berharap pengenaan sanksi ini tidak terjadi. Kami minta perusahaan mematuhi regulasi yang ada," ucap Ida.
Menaker mengatakan, saat ini tak lagi ada alasan bagi perusahaan untuk tak membayar atau mencicil THR. Menurut dia, kondisi ekonomi RI sudah membaik pasca-pandemi Covid-19.
"Kondisi ekonomi Indonesia saat ini yang sudah kembali membaik, tentu gak ada lagi cerita perusahaan gak bayar THR," tutur Ida Fauziyah.
Berikutya, Ida menjelaskan kelompok pekerja yang berhak terima THR 2023. Mereka yakni pekerja/buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu (kontrak).
"Yang berhak dapat THR keagamaan antara lain pekerja buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih, baik yang mempunyai hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau PKWTT, atau perjanjian kerja waktu tertentu atau PKWT, termasuk pekerja atau buruh harian lepas yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan," terang Ida.
Untuk besarannya, pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 12 bulan terus menerus atau lebih akan diberikan THR sebesar satu bulan upah.
Sedangkan pekerja/buruh yang masa kerjanya belum genap satu tahun, THR diberikan secara proporsional, sesuai masa kerja, dengan rumus (masa kerja x 1 bulan upah : 12).
Untuk pekerja/buruh yang memiliki perjanjian kerja harian lepas, besaran THR dapat dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima selama 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan. Hal yang sama diberlakukan pada pekerja yang upahnya ditetapkan berdasarkan satuan hasil.
Apabila pekerja harian masa kerjanya belum genap satu tahun atau kurang dari 12 bulan, maka gaji satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima setiap bulan selama masa bekerja.
Demikian informasi tentang sanksi perusahaan tidak THR 2023. Baca terus VOI.ID untuk mendapatkan berita menarik lainnya.