Bagikan:

JAKARTA - Badan Pangan Nasional (Bapanas) membentuk cadangan pangan pemerintah untuk komoditas gula dan minyak goreng. Bulog sebagai BUMN Pangan mendapat tugas untuk menyimpan Cadangan Gula Konsumsi Pemerintah (CGKP) dan Cadangan Minyak Goreng Pemerintah (CMGP).

Aturan terkait penyelenggaran cadangan Gula dan Minyak Goreng melalui Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Cadangan Gula Konsumsi Pemerintah (CGKP) dan Cadangan Minyak Goreng Pemerintah (CGMP).

Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengungkapkan cadangan gula dan minyak goreng ini akan digunakan untuk mengintervensi dalam hal stabilisasi pasokan dan harga pangan.

“Sekarang kita punya regulasi yang mengatur cadangan gula dan minyak goreng. Dengan adanya cadangan pangan yang kuat, kita bisa melakukan intervensi untuk stabilisasi pasokan dan harga pangan khususnya dalam situasi tertentu seperti terjadinya gejolak harga, bencana alam dan situasi kedaruratan lainnya,” kata Arief kepada wartawan, ditulis Minggu, 26 Maret.

Arief menjelaskan cadangan dua komoditas itu seperti halnya cadangan beras pemerintah atau CPP. Fungsinya untuk antisipasi, mitigasi dan/atau pelaksanaan stabilisasi harga, pemberian bantuan, serta keperluan lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah melalui kepala badan pangan nasional.

Dalam Perbadan tersebut, penyelenggaraan CGKP dan CGMP ini melalui penugasan kepada BUMN Pangan dan/atau Perum Bulog yang mencakup penetapan jumlah, penyelenggaraan, serta pemantauan, evaluasi, dan pelaporan, hingga pendanaannya.

Penyelenggaraan CGKP dan CMGP sebagaimana diatur dalam Perbadan ini terdiri dari tiga bagian utama yaitu pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran.

Untuk aspek pendanaan, penyelenggaraan CGKP dan CMGP bersumber pada APBN maupun sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk melalui pemberian jaminan kredit dan/atau subsidi bunga kepada Perum Bulog dan BUMN Pangan.

Dalam upaya melaksanakan pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan CGKP dan CMGP, selain melibatkan unsur Kementerian BUMN dan organisasi perangkat daerah di bidang pangan, NFA juga melibatkan Satuan Tugas Kepolisian Republik Indonesia (Satgas Pangan Polri) dalam hal pengawasannya.

“Tentunya dalam pelaksanaannya kita tidak bisa sendiri. Perlu sinergitas dengan semua unsur, termasuk dalam pengawasannya juga melibatkan berbagai stakeholder terkait,,” tegas Arief.

Terkait dengan pengelolaannya, Arief menyebut BUMN Pangan akan menerapkan mekanisme dynamic stock serta pemanfaatan teknologi dengan mempertimbangkan rencana penyaluran, periode musim giling tebu, lead time, dan nilai keekonomian untuk CGKP, serta rencana penyaluran, lead time, dan nilai keekonomian untuk CMGP.

Sedangkan untuk CGKP dan CMGP yang berpotensi atau mengalami turun mutu di atas 6 bulan, dapat dilakukan pelepasan sesuai hasil reviu dari Aparat Pengawas Intern Pemerintah maupun lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan.

“Penerapan mekanisme dynamic stock dalam pengelolaan CGKP dan CMGP hampir sama dengan komoditas CPP lainnya seperti beras dan jagung, namun bedanya khusus untuk CGKP, dilakukan dengan mempertimbangkan periode musim giling tebu,” imbuhnya.

Sementara untuk penyalurannya, CGKP dan CMGP dapat digunakan untuk antisipasi, mitigasi, dan/atau pelaksanaan stabilisasi harga, pemberian bantuan, serta keperluan lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Kepala Badan Pangan Nasional berdasarkan hasil rapat koordinasi tingkat menteri/ kepala lembaga.