Bagikan:

JAKARTA - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2016-2019 Arcandra Tahar menyampaikan outlook sektor minyak dan gas di tahun 2023.

Melalui unggahan di akun media sosial instagramnya, Arcandra mengungkapkan, setelah konflik Ukraina dan Rusia yang berlangsung hampir setahun dan pandemi COVID-19 yang kian terkendali.

"Harga minyak kelihatannya akan mencari titik kesetimbangan baru pada tahun 2023. Dari sisi demand, kebutuhan minyak dunia diproyeksikan akan meningkat sekitar 2 juta barrel per day (BPD) pada tahun 2023 ini," ujarnya yang dikutip Rabu, 22 Februari.

Arcandra menambahkan, sebaliknya dari sisi supply juga tidak menunjukkan tanda-tanda akan kekurangan.

Bahkan, OPEC+ telah memangkas volume produksi bulan November 2022 sebanyak 2 juta BPD untuk menstabilkan harga minyak pada level 80 sampai 90 dolar per barel.

Ditinjau dari sisi politik dunia, lanjutnya, langkah OPEC+ memangkas produksi tahun lalu tidak sejalan dengan keinginan pemerintah Amerika Serikat (AS).

Dengan berkurangnya supply, AS khawatir harga minyak akan tetap tinggi dan menyulitkan ekonomi AS yang sedang berjuang menurunkan inflasi.

Namun, OPEC+ melihat kestabilan harga pada level 80 sampai 90 dolar per barel jauh lebih utama daripada pertimbangan naiknya inflasi di hampir seluruh negara maju di dunia.

"Kalau boleh kita menganalisa lebih dalam, sistem kapitalis yang mengedepankan perdagangan bebas dan ditopang oleh hukum supply dan demand telah dimanfaatkan dengan baik oleh OPEC+. Sisi supply ternyata dapat mengontrol harga pada tahun lalu," beber Arcandra.

Sementara itu, terkait sisi demand yang dapat mengontrol harga di tahun 2023, Arcandra bilang tidak ada sekelompok orang, atau organisasi atau bahkan kepala negara yang mampu memprediksi harga minyak pada masa datang.

Selain hukum supply dan demand, harga minyak dipengaruhi banyak hal termasuk geopolitik dunia.

"Dengan naiknya demand sekitar 2 juta BOPD tahun 2023, dan pemangkasan produksi OPEC+ tahun 2022 ada kemungkinan harga minyak tetap bertahan pada level 80 sampai 90 dolar per barel di tahun ini.

"Salah atau faktor yang mungkin bisa mengubah level harga ini adalah berakhirnya konflik Ukraina-Rusia," imbuhnya.

Arcandra bilang, banyak skenario mungkin akan terjadi di tahun 2023, di antaranya adalah pipa gas Nordstream 1 dan 2 diperbolehkan untuk beroperasi dengan normal sehingga supply gas ke negara-negara Eropa dapat terpenuhi kembali.

"Dengan normalnya supply gas ke Eropa maka inflasi tinggi yang diakibatkan oleh krisis energi bisa teratasi," kata dia.

Dampaknya, kebutuhan minyak mentah dan batubara otomatis juga akan terkoreksi dan harga minyak kemungkinan bisa turun pada level dibawah 80 dolar AS per barel.

"Namun demikian kalau berakhirnya konflik Ukraina-Rusia dengan beberapa syarat yang membuat sektor energi Rusia tertekan atau tidak berjalan dengan semestinya, maka harga minyak bisa tetap di level 80 sampai 90 dolar per barel atau bahkan lebih tinggi. Negara-negara pengimpor minyak tentu akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan energi mereka," pungkas Arcandra.