Bagikan:

JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani pada hari ini menghadiri rapat terbatas (ratas) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan sejumlah menteri lain terkait pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 atau APBN terakhir di masa pemerintahan Jokowi 2019-2024.

Menkeu menyampaikan bahwa siklus APBN dimulai dengan pembahasan arah kebijakan makro Indonesia dan kebijakan fiskal untuk tahun depan.

“Hari ini dalam sidang kabinet terbatas, Bapak Presiden mengagendakan pembahasan sangat awal untuk kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal untuk penyusunan APBN tahun 2024,” ujarnya di Istana Merdeka Jakarta pada Senin, 20 Februari.

Menurut Menkeu, proses ini akan semakin dimatangkan dengan berkonsultasi bersama DPR perihal ketentuan anggaran negara yang akan digunakan pada periode selanjutnya.

“Pertama, kami membahas soal lingkungan global yang berubah sangat luar biasa. Untuk 2023 dan 2024, tantangan yang terjadi adalah meningkatnya tensi geopolitik. Lalu yang kedua inflasi dunia masih sangat tinggi. Ini menyebabkan kenaikan suku bunga global,” tuturnya.

Ketiga, sambung Menkeu, dibukanya kembali perekonomian China usai pelonggaran kebijakan zero covid policy di negara itu.

“Ini menimbulkan berbagai macam kemungkinan dan juga tantangan yang harus kita antisipasi,” tegasnya.

Menkeu menambahkan, untuk tahun depan pemerintah akan berupaya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang kini telah meraih level yang cukup tinggi.

“Agar pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baik pada 2022 sebesar 5,3 persen bisa dijaga untuk tahun-tahun selanjutnya. Sebagai konsekuensi dari hal tersebut maka konsumsi rumah tangga harus tetap tumbuh di atas 5 persen, inflasi dikendalikan, serta kepercayaan konsumen tetap dijaga,” ucap dia.

Selain itu, bendahara negara menyebut sektor investasi mendapat perhatian tersendiri karena menjadi salah satu kontributor penting perekonomian nasional.

“Kita juga perlu mengantisipasi kondisi global dalam bentuk ekspor yang barang kali mengalami disrupsi karena geopolitik dan harga komoditas yang mungkin masih dalam ketidakpastian akibat persaingan politik antara negara-negara maju,” kata dia.

Sebagai informasi, dalam APBN 2023 pemerintah menganggarkan belanja negara sebesar Rp3.061,2 triliun.

Angka itu terdiri dari belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp1.000,8 triliun, belanja non-K/L sebesar Rp1.245,6 triliun, serta Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp814,7 triliun.

Sementara itu pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp2.463,0 triliun yang terdiri dari penerimaan pajak Rp1.718 triliun, kepabeanan dan cukai sebesar Rp303,2 triliun. Lalu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp441,4 triliun, serta hibah sebesar Rp400 miliar.

Atas postur tersebut maka defisit APBN tahun ini adalah sebesar Rp598,2 triliun atau setara 2,84 persen dari produk domestik bruto (PDB).