Bagikan:

JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia membantah cadangan nikel di Tanah Air berumur pendek alias hanya bertahan 9 sampai 13 tahun ke depan. Kata Bahlil, masih sangat banyak cadangan nikel yang dimiliki Indonesia.

“Ada cadangan terkira yang berlum dieksplorasi, di Papua kan belum diapa-apain. Jayapura, Nabire itu banyak (cadangan nikelnya). Raja Ampat juga masih ratusan juta. Jadi masih banyak nikel kita itu,” katanya kepada wartawan ditulis Jumat, 17 Februari.

Karena itu, Bahlil pun mempertanyakan sumber informasi bahwa cadangan nikel di Tanah Air berumur pendek. Ia pun menyindir pengusaha yang dianggap lebih paham dari pemerintah.

“Kalau dibilang 9 tahun lagi, siapa yang bilang 9 tahun lagi? Wah pengusaha lebih paham berarti dari pemerintah. Aku enggak pernah mendengar itu,” ujarnya.

Bahlil menilai mungkin yang dimaksud para pengusaha adalah cadangan yang selesai dieksplorasi. Namun, menurut Bahlil, pengusaha tak mengetahui mengenai cadangan terkira yang dimiliki Indonesia.

“Mungkin pandangan dia cadangan yang selesai dieksplorasi. Tapi yang terkira kan belum,” ucapnya.

Indonesia, sambung Bahlil, menyimpan 25 persen dari cadangan nikel yang ada di dunia. Sementara, pemerintah baru serius menggarap proyek nikel pada 2017-2018.

“Jangan (disebut) 9 tahun, lari nanti investor. Jadi cadangan nikel dunia di Indonesia itu 25 persen. Kita baru lakukan masif besar-besaran itu baru 2017-2018,” katanya.

Bahlil mengatakan pemerintah juga mendorong ke depan smelter nikel harus dibangun dengan energi baru terbarukan (EBT). Namun, untuk smelter yang sudah mulai dibangun, tetap akan berjalan.

“Jadi kalau dibilang mau dibatasi cara membatasinya adalah kita bikin mereka jangan hanya membangun yang dinilai tambahnya 40 persen, tapi harus sampai end to end, dan harus memakai EBT,” ujarnya.

“Kalau yang perencananya di awal, udah jalan, ya jalan aja. Ke depannya, kita bicara ke depannya. Jangan juga kita zalim sama pengusaha,” tutupnya.