Bagikan:

JAKARTA - Komisi VI DPR menyarankan agar PT Berdikari (Persero) untuk membangun rumah pemotongan sapi di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Hal ini untuk memenuhi kebutuhan daging nasional selain dari impor.

Wakil Ketua Komisi VI Aria Bima menyarankan agar BUMN pangan dalam hal ini PT Berdikari (Persero) dapat memanfaatkan produksi sapi dalam negeri. Mengingat NTT merupakan daerah penghasil sapi.

“Masukan saja itu kenapa Berdikari tidak bikin pemotongan di NTT sana yang sapinya banyak, terus dijual gitu?,” tanya Aria, dalam rapat Komisi IV dengan Holding BUMN Pangan, Selasa, 24 Januari.

Menanggapi hal ini, Direktur Utama PT Berdikari Harry Warganegara mengatakan, harga sapi lokal masih jauh lebih mahal ketimbang sapi impor. Hal ini yang menjadi alasan Berdikari belum membangun rumah potong sapi di wilayah NTT.

“Harganya belum bisa nandingi harga kerbau dari India, sama sapi dari Brasil. Kalau di India itu sapi tidak boleh dipotong, tapi kalau kerbau boleh dan kerbau ini kaya hama di sana banyak jadi akhirnya karena mereka enggak makan, mereka bisa potong dan murah,” tutur Harry.

Harry mengatakan, perbedaan harganya bisa sampai 50 persen dibandingkan dengan harga sapi nasional per kilogram (kg).

Landed cost-nya itu bisa separuh dari harga sapi kita di sini perkilonya,” katanya.

Saat ini, kata Harry, daging kerbau sudah banyak digunakan masyarakat Indonesia.

Bahkan, lanjutnya, di beberapa hotel bintang lima juga menggunakan daging kerbau untuk olahan masakan seperti semur dan rendang.

“Dan memang kerbau ini larinya ke manufacturing untuk olahan sosis, bakso dan lain-lain. Bahkan sekarang juga sudah masuk ke konsumsi hotel bintang lima, sudah pakai kerbau,” tuturnya.

Harry mengakui untuk waktu yang cukup lama harga daging sapi di dalam negeri belum bisa menandingi harga pokok daging impor.

“Sampai kapanpun mungkin akan cukup lama kita bisa melawan harga pokok yang ada di situ,” katanya.

Sekadar informasi, konsumsi daging sapi nasional sendiri mencapai 700.000 ton per tahun. Sementara populasi nasional hanya bisa mengcover sebanyak 400.000 ton.

“Ini pun 60 persen sapi bakalan yang digemukan dari Australi, sudah sampai sini disebut sapi lokal,” tuturnya.

Lebih lanjut, Harry mengatakan, sisanya sebanyak 300.000 ton dipenuhi dari impor. Dimana 100.000 ton daging kerbau penugasan ke Bulog.

Lalu, 20.000 sapi Brasil penugasan kepada Berdikari dan 180.000 dari Australi daging beku.

“Berdikari dapat tambahan 20.000 ton lagi, karena ditambah di akhir tahun, kami hanya bisa sekitar 2.300 jadi total 22.300 ton,” ujarnya.