Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah Indonesia menjalankan program bahan bakar nabati jenis biodiesel sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi sekaligus membawa sawit Indonesia menjadi lebih baik dan berkelanjutan.

"Program biodiesel ini bukan semata-mata program Kementerian ESDM untuk menggunakannya sebagai bahan bakar, tapi juga bagaimana mendorong sawit di Indonesia dapat memberikan manfaat secara luas untuk perekonomian nasional maupun secara khusus untuk petani," kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dikutip dari Antara, Jumat, 13 Januari.

Dadan mengaku, saat mendesain program implementasi biodiesel, harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) berada pada kisaran 275 dolar AS per ton.

Nilai itu terus meningkat seiring dengan peningkatan permintaan sawit karena implementasi biodiesel.

"Indonesia masih impor solar meskipun grafiknya makin menurun. Ini menjadi salah satu terobosan dan bukti hasil penelitian dan pengembangan dapat diimplementasikan dan memberikan manfaat yang demikian luas,” ujar Dadan.

Selain mendorong permintaan terhadap sawit, pemerintah juga mendorong penyebaran pembangunan pabrik pengolahan minyak sawit mentah menjadi biodiesel.

Kementerian ESDM menyebutkan sekarang banyak pabrik yang didirikan untuk mengolah minyak sawit mentah menjadi biodiesel di wilayah Sumatera hingga Sulawesi.

"Saat ini kami sedang mendorong pembangunan pabrik di Papua untuk mendorong permintaan dan penyebaran di wilayah Papua,” kata Dadan.

Pada 1 Februari 2023, Indonesia mulai melaksanakan implementasi peningkatan persentase pencampuran bahan bakar nabati jenis biodiesel ke dalam bahan bakar minyak jenis minyak solar dari sebelumnya sebesar 30 persen (B30) menjadi sebesar 35 persen (B35).

Melalui program implementasi biodiesel, lanjut Dadan, Indonesia dapat mengendalikan impor solar.

Pemerintah menargetkan penyaluran biodiesel mencapai 13,5 juta kiloliter atau 226.000 barel per hari untuk implementasi program B35 pada tahun 2023.

Nilai devisa yang bisa dihemat mencapai sekitar 10,75 miliar dolar AS setara Rp161 triliun, penyerapan tenaga kerja sebanyak 1,65 juta orang, dan penurunan emisi gas rumah kaca sebanyak 34,9 juta ton ekuivalen.