JAKARTA - Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal mengatakan, penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja merupakan langkah yang tepat untuk menjaga momentum investasi yang tengah tumbuh positif.
Ia menyebut Indonesia tengah menikmati momentum pemulihan pascapandemi yang diperkirakan masih akan terjadi hingga 2023 ini sehingga perlu mempertahankan tren tersebut dengan dukungan kepastian hukum.
"Salah satunya, payung hukum agar investasi ini bisa lebih sustainable di Indonesia adalah melalui Perppu," kata Fithra dikutip dari Antara, Senin, 10 Januari.
Dari perspektif ekonomi, lanjut Fithra, penerbitan Perppu Cipta Kerja tepat dilakukan lantaran Indonesia tidak boleh menunda kesempatan yang ada.
Ia khawatir, setelah UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional, ada celah mengenai kepastian hukum bagi para investor.
Terlebih Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan tersebut dikeluarkan pada tahun 2021.
"Ibaratnya lebih baik terima itu sekarang ketimbang menunda-nunda karena ketika kita menunda, maka ada opportunity cost. Bisa jadi ada investment diversion (pengalihan investasi) ke tempat lain," katanya.
Di sisi lain, penerbitan Perppu Cipta Kerja juga dinilai sebagai anti-shock agar saat industri bergejolak, kondisi ketenagakerjaan bisa lebih adaptif.
"Jadi pertimbangannya tadi, bagaimana menjamin, menjaga agar investasi setidaknya stay (tetap ada), untuk menjaga keberminatan investor dan juga menjaga investasi yang sudah ada supaya tidak keluar ke tempat lain, dan kedua adalah bagaimana industri kita lebih tahan gejolak," katanya.
Meski demikian, Fithra meyakini probabilitas Indonesia terhadap potensi resesi masih relatif kecil.
Ia menyebut krisis saat dan pascapandemi COVID-19 terjadi akibat kebijakan yang dibuat negara-negara maju untuk memperlambat permintaan global karena pasokan yang menurun akibat pembatasan mobilitas.
BACA JUGA:
Kondisi tersebut masih berlanjut di sejumlah negara maju, jauh berbeda dengan Indonesia dengan permintaan domestik yang masih cukup tinggi.
Lebih lanjut, Fithra menilai, meski ada faktor wait and see investor, khususnya di tahun politik seperti saat ini, namun Perppu Cipta Kerja dinilai sekaligus juga merupakan langkah antisipasi ke depan.
"Saat kita tunda lebih lama lagi, justru opportunity cost-nya juga semakin tinggi karena kita juga kompetisi dengan negara ASEAN lainnya untuk dapat investasi karena bukan hanya kita yang dilimpahi input produksi tapi juga negara ASEAN lain yang punya infrastruktur hukum, fisik dan kelebihan SDM," pungkasnya.