Pacu Hilirisasi Industri Petrokimia, Kemenperin Kawal Sejumlah Proyek Raksasa di Cilegon hingga Papua
Menperin Agus Gumiwang. (Foto: Dok. Kemenperin)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong hilirisasi di industri petrokimia. Upaya ini dinilai strategis karena dapat menghasilkan bahan baku primer untuk menopang banyak industri manufaktur hilir, seperti tekstil, otomotif, mesin, elektronika, dan konstruksi.

"Saat ini, Pemerintah tengah mengawal sejumlah proyek pembangunan industri petrokimia raksasa, seperti investasi petrokimia di Cilegon, gasifikasi batubara di Muara Enim, serta Bintunk di Papua," kata Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, seperti dikutip, Senin, 26 Desember.

Hingga Oktober 2022, kinerja ekspor dari industri kimia juga menunjukkan capaian yang gemilang, yakni sebesar 18,5 miliar dolar AS atau naik 20 persen, jika dibandingkan periode sama pada tahun sebelumnya.

"Kami perkirakan tahun 2022 ini akan mencapai 21-23 miliar dolar AS dan pada 2023 ditargetkan bisa di angka 25 miliar dolar AS," ujar Agus.

Ia menyebutkan, multiplier effect atau dampak berganda dari aktivitas hilirisasi industri yang telah terbukti nyata, yakni meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri, menarik investasi masuk di Tanah Air, menghasilkan devisa besar bagi ekspor, dan menambah jumlah serapan tenaga kerja.

"Guna mencapai sasaran tersebut, pemerintah bertekad menciptakan iklim usaha yang kondusif, agar bisnis bisa berjalan baik," tutur Agus.

Lebih lanjut, kata Agus, diperlukan sinergi dan koordinasi yang kuat antara pemerintah dengan dunia usaha. "Kami akan selalu mendengar aspirasi dari para pelaku usaha," terangnya.

Agus juga menyampaikan, ada beberapa tantangan saat ini yang perlu mendapat perhatian agar kebijakan hilirisasi industri bisa berjalan dengan baik.

"Ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten, perluasan kerja sama internasional untuk mengisi pasar ekspor baru, seperti Eropa dan Afrika, pemberian fasilitas insentif, serta memperkuat kemampuan negosiasi dan posisi dalam upaya menghadapi tekanan dari perdagangan dan diplomasi internasional," pungkasnya.