BP Tapera: Industri Perumahan Subsidi Masih Menjanjikan bagi Pelaku Usaha Properti di Tahun 2023
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) mengungkapkan industri perumahan subsidi masih menjanjikan bagi pelaku usaha sektor properti pada tahun 2023.

"Kami optimis, bahwa industri perumahan, khususnya perumahan subsidi masih menjanjikan di tahun mendatang," ujar Komisioner BP Tapera Adi Setianto dalam acara "Economic Outlook dan Prospek Sektor Perumahan Tahun 2023", dikutip dari Antara, Senin 19 Desember.

Adi Setianto menyatakan, kreativitas skema pembiayaan seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) serta dukungan para pemangku kepentingan dari ekosistem perumahan diyakini akan mampu mewujudkannya.

Disebutkan, pada 2023, FLPP ditargetkan akan disalurkan untuk sebanyak 220.000 unit rumah senilai Rp25,18 triliun. Sedangkan untuk pembiayaan Tapera sebanyak 10.000 unit senilai Rp1,05 triliun.

Tercatat, realisasi penyaluran dana FLPP tahun ini per 14 Desember 2022 sebesar 216.029 unit senilai Rp24,03 triliun, sehingga penyaluran dana FLPP dari tahun 2010-2022 sebesar 1.159.608 unit senilai Rp99,21 triliun.

Ia mengemukakan, terdapat beberapa indikasi positif yang bisa memacu semangat untuk terus mendorong industri perumahan 2023 antara lain pertama dari 24 negara di dunia yang telah mengeluarkan data PDB kuartal tiga tahun 2022, terdapat 15 negara (62,5 persen) mengalami perlambatan ekonomi, 2 dua negara (8,3 persen) stagnan dan hanya 7 negara (29,2 persen) yang mengalami pertumbuhan ekonomi termasuk Indonesia.

Kedua, lanjutnya, kenaikan tingkat suku bunga di RI relatif moderat sebesar 175 bps (basis poin), menunjukkan bahwa kebijakan moneter yang dipadukan dengan kebijakan fiskal yang terukur efektif untuk meredam peningkatan inflasi lebih lanjut. Data BPS juga menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III 2022 mencapai 5,72 persen secara tahunan dan tumbuh 1,81 persen secara kuartalan.

“Ekonomi Indonesia relatif kuat dalam menahan tekanan inflasi mengingat secara fundamental Indonesia mengalami surplus perdagangan 30 bulan berturut -turut karena berkah komoditas yang diikuti dengan kombinasi bauran kebijakan moneter sehingga penyesuaian tingkat bunga tidak agresif dibandingkan dengan negara-negara lain,” kata Adi Setianto.

Ia berpendapat, berbagai bauran kebijakan moneter yang diterapkan oleh Bank Indonesia bersama Pemerintah mulai dari peningkatan Giro Wajib Minimum (GWM), peningkatan tingkat bunga terukur, serta kebijakan pendukung lainnya dinilai cukup efektif menjaga tingkat inflasi pada tingkat yang akseptabel. Dengan demikian, IMF dalam rilis terakhir memperkirakan Indonesia tumbuh 5,3 persen tahun ini dan 5 persen pada 2023.