Dana Cadangan Bencana Hanya Tersedia Rp10 Triliun dari Kebutuhan Rp20 Triliun per Tahun, Pemerintah Bakal Pakai <i>Pooling Fund</i> di Cianjur?
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tercatat hanya mengalokasikan sekitar Rp5 triliun hingga maksimal Rp10 triliun per tahun sebagai dana cadangan bencana di dalam APBN untuk mendanai tanggap darurat, hibah rehabilitasi dan rekonstruksi kepada pemerintah daerah.

Padahal, kajian Kemenkeu pada 2020 mengungkapkan jika rata-rata nilai kerusakan langsung yang ditimbulkan dari bencana dalam 15 tahun terakhir mencapai sekitar Rp20 triliun per tahun. Demikian catatan VOI berdasarkan data yang dilansir oleh kementerian pimpinan Sri Mulyani beberapa waktu lalu.

Sebagai upaya menutup gap kebutuhan bujet, pemerintah lantas menerapkan semacam skema perlindungan nilai pada sejumlah aset dan fasilitas strategis.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan, pendanaan inovatif ini berupa dana bersama atau Pooling Fund Bencana (PFB), melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2021 tentang Dana Bersama Penanggulangan Bencana pada 13 Agustus 2021.

Menurut dia, PFB merupakan upaya pemerintah dalam mewujudkan komitmen untuk memperkuat ketahanan fiskal dalam menanggulangi dampak bencana alam dan nonalam.

“PFB hadir untuk menutup celah pendanaan atau financing gap tersebut dan mempercepat proses penanganan bencana. Saat ini, PFB akan memiliki dana kelolaan awal sebesar kurang lebih Rp7,3 triliun,” tuturnya.

Adapun, PFB dikelola secara otonom oleh sebuah Badan Layanan Umum (BLU) di Kemenkeu. Melalui prinsip kerja BLU, PFB tidak hanya memobilisasi dana, tetapi juga melakukan investasi dan akumulasi atas dana yang dihimpun.

“Sebagai bagian dari strategi pendanaan dan asuransi risiko bencana, PFB memungkinkan pemerintah untuk mengatur strategi pendanaan risiko bencana melalui APBN/APBD, maupun memindahkan risikonya kepada pihak ketiga melalui pengasuransian aset pemerintah dan masyarakat,” jelasnya.

“Dalam 2-3 tahun ke depan, PFB akan mendanai pembelian premi asuransi seluruh gedung/bangunan milik kementerian maupun lembaga dan bergotong-royong untuk co-financing dengan pemerintah daerah untuk pengasuransian aset daerah. Sehingga, nilai kerusakan akibat bencana alam yang ditanggung pemerintah dapat ditekan,” kata Febrio.

Seperti yang diketahui, pada Senin, 21 November telah terjadi gempa bumi berkekuatan magnitudo 5,6 di wilayah barat daya Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Bencana tersebut mengakibatkan kerugian material rumah rusak berat sebanyak 60.570 unit, rusak ringan 2.071 unit, rusak ringan 12.641 unit serta sejumlah lainnya belum masuk pendataan.