JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut bahwa dari hasil kajian internal pada 2020 disimpulkan rata-rata nilai kerusakan langsung yang ditimbulkan dari bencana dalam 15 tahun terakhir mencapai sekitar Rp20 triliun per tahun.
“Namun, dana cadangan bencana di dalam APBN untuk mendanai tanggap darurat dan hibah rehabilitasi dan rekonstruksi kepada pemerintah daerah masih berada di bawah nilai kerusakan dan kerugian tersebut, yaitu Rp5-10 triliun per tahun sejak 2004,” ujarnya dalam keterangan pers beberapa waktu lalu.
Guna mengatasi gap tersebut, pemerintah disebut Febrio meluncurkan pendanaan inovatif berupa dana bersama atau Pooling Fund Bencana (PFB), melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2021 tentang Dana Bersama Penanggulangan Bencana pada 13 Agustus 2021.
Menurut dia, FB merupakan upaya pemerintah dalam mewujudkan komitmen untuk memperkuat ketahanan fiskal dalam menanggulangi dampak bencana alam dan nonalam.
“PFB hadir untuk menutup celah pendanaan atau financing gap tersebut dan mempercepat proses penanganan bencana. Saat ini, PFB akan memiliki dana kelolaan awal sebesar kurang lebih Rp7,3 triliun,” tuturnya.
BACA JUGA:
Adapun, PFB dikelola secara otonom oleh sebuah Badan Layanan Umum (BLU) di Kemenkeu. Dengan menggunakan prinsip kerja BLU, PFB tidak hanya memobilisasi dana, tetapi juga melakukan investasi dan akumulasi atas dana yang dihimpun.
“Sebagai bagian dari Strategi Pendanaan dan Asuransi Risiko Bencana, PFB memungkinkan pemerintah untuk mengatur strategi pendanaan risiko bencana melalui APBN/APBD, maupun memindahkan risikonya kepada pihak ketiga melalui pengasuransian aset pemerintah dan masyarakat,” jelasnya.
Sehingga, sambung Febrio, PFB diharapkan dapat mempercepat pemulihan dan melindungi masyarakat yang paling terdampak, yaitu masyarakat miskin dan rentan.
“Dalam 2-3 tahun ke depan, PFB akan mendanai pembelian premi asuransi seluruh gedung/bangunan milik kementerian maupun lembaga dan bergotong-royong untuk co-financing dengan pemerintah daerah untuk pengasuransian aset daerah. Sehingga, nilai kerusakan akibat bencana alam yang ditanggung pemerintah dapat ditekan,” tutup Febrio.