Meski Sudah Terhubung ke Ekonomi dan Pasar Digital, 90 Persen dari 21 Juta UMKM Masih Pasarkan Produk Impor
Menkop UKM Teten Masduki. (Foto: Dok. Antara/Kemenkop UKM)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyatakan ide bisnis maupun produk harus diseleksi dengan benar sehingga dapat menghasilkan inovasi produk yang memiliki nilai tambah.

Menurut dia, penumbuhan wirausaha di Indonesia harus by design agar bisa masuk ke rantai pasok industri dan bisa ditentukan keunggulan domestik dari masing-masing daerah untuk dikembangkan.

"Ide bisnis dan produk dari para wirausaha muda ini yang akan diinkubasi. Mereka kita erami, ditetaskan, kemudian dibesarkan karena ke depan, model pengembangan seperti ini yang harus kita tingkatkan," katanya dalam acara Road to be Young Entrepreneur (Pra Pendampingan Wirausaha) di Denpasar, Bali, sebagaimana dikutip dari keterangan resmi dikutip Antara, Senin 14 November.

Saat ini, ada sekitar 21 juta Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang sudah terhubung ke ekonomi dan pasar digital. Namun, sekitar 90 persen di antaranya masih memasarkan produk impor.

"Kita jangan lagi menjadi pedagang bagi produk impor. Untuk itu, kita harus memperkuat produksi produk kita," ucap dia di depan 150 wirausaha muda dari kalangan mahasiswa.

Lebih lanjut, Menkop mengajak generasi muda terutama para mahasiswa untuk memiliki ide bisnis sejak masuk bangku kuliah karena setiap kampus harus mampu melahirkan wirausaha muda yang tangguh. Dengan itu, para sarjana sudah mempunyai bisnis yang bisa dikembangkan pasca kelulusan kuliah.

Dia mengharapkan kampus memiliki kurikulum yang mengubah pola pikir para lulusan sarjana agar mereka memiliki kesesuaian dengan kebutuhan industri. Harapan tersebut menjadi bagian dari target pemerintah dalam mencetak satu juta wirausaha muda hingga tahun 2024.

Beberapa perbaikan ekosistem wirausaha di Indonesia yang telah dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM adalah meningkatkan porsi kredit perbankan untuk UMKM sebesar 30 persen. Jika dibandingkan dengan negara lain, porsi kredit bagi UMKM di tanah air masih tergolong rendah.

Misalnya, UMKM di Korea Selatan sudah mencapai porsi kredit sebesar 80 persen. Begitu pula dengan Malaysia dan Thailand yang juga sudah di atas 50 persen.

"Memang, sudah ada kebijakan kredit hingga Rp100 juta tanpa agunan, tapi dalam praktiknya masih sulit. Pasalnya, bank masih berbasis pada agunan. Bandingkan dengan perusahaan fintech (financial technology) yang kredit hingga Rp2 miliar sudah tanpa agunan," ujar Menkop.

Teten menginginkan perbankan mengubah pendekatan kredit dari agunan ke credit scoring karena pengelolaan bisnis UMKM harus sudah memakai aplikasi digital, sehingga track record usaha tergambar dengan baik. Dengan demikian, UMKM berbasis inovasi dan teknologi digital mampu memperkuat rencana bisnis (business plan).

"Kalau business plan-nya jelas dan bagus, saya meyakini banyak investor dalam dan luar negeri yang berinvestasi ke UMKM," ungkapnya.