Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengunjungi peresmian pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung di kawasan Waduk Muara Tukad, Bali, pada Jumat, 11 November. 

PLTS apung berkapasitas 100 kilowatt peak (kWp) ini diharapkan bisa menjadi salah satu pondasi dalam upaya mencapai target nol emisi bersih atau net zero emission (NZE) Indonesia pada 2060. Luhut menyebut, hasil daya listrik yang dihasilkan dari PLTS terapung ini akan diserap oleh PLN. 

"Kami sudah menyaksikan pembangunan PLTS terapung yang pertama di Indonesia dengan tenaga listrik yang diserap oleh PLN. Jadi, saya minta PLTS ini jangan dilihat hanya 100 kWp, ini adalah satu komitmen kami semua kepada dunia dan akan kami jadikan showcase pada G20 nanti," kata Luhut di Nusa Dua, Bali. 

Dengan modal 5.087 danau dan 300 bendungan, Indonesia diyakini bisa menghasilkan seterum surya dalam jumlah besar. Luhut menambahkan, saat ini pemerintah secara bertahap juga telah mengimplementasikan pemasangan panel surya dengan cakupan 5 persen dari total luas danau atau bendungan.

"Kami punya potensi besar untuk panel surya, kami boleh pasang seluas 5 persen dari luas danau. Bisa bayangkan banyaknya gimana," ujar Luhut. 

Guna memenuhi permintaan dan memastikan ketersedian material di Indonesia, pemerintah dalam waktu dekat akan membangung pabrik produksi panel surya di Kawasan Industri Kalimantan Utara.

"Jadi, (Indonesia) nanti tidak perlu lagi impor materialnya. Sekarang sudah 50 persen, saya kira tiga sampai empat tahun ke depan, Indonesia punya itu," tuturnya. 

Meski begitu, Luhut mengakui bahwa PLTS merupakan pembangkit listrik intermiten yang perlu disokong pembangkit base load, seperti pembangkit listrik panas bumi (PLTP) atau pembangkit listrik tenaga air (PLTA).

"Indonesia punya 437 GW potensi energi terbarukan dan yang baru kami kelola 5 persen, kami masih banyak ruang untuk tumbuh," ungkap Luhut. 

Selain mengurangi emisi karbon dari proses produksi listrik di pembangkit, pemerintah juga menjalankan restorasi mangrove seluas 600 ribu hektare dalam kurun waktu empat tahun.

Langkah ini diharapkan bisa menyerap sekaligus menekan emisi karbon yang melayang di udara. "Sampai tahun ini, 170 hektare dan kami akan percepat ini selesai pada 2024," tandasnya. 

Sekadar diketahui, PLTS terapung Muara Tukad ini merupakan satu dari tiga pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) di Bali, yang siap diperlihatkan kepada seluruh delegasi asing yang hadir dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, pada 15-16 November mendatang. 

Dua pembangkit EBT lainnya, yakni PLTS atap di 33 gedung yang tersebar di Bali dan PLTS hybrid di Nusa Penida, Klungkung. 

Transisi energi menjadi salah satu isu sentral yang dibahas para pemimpin negara saat bertemu di The Apurva Kempinski, Nusa Dua, Bali, pekan depan. Isu itu masuk dalam sesi pertama pembahasan yang mengangkat tema ketahanan pangan dan energi.