Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Perdagangan secara proaktif mencari terobosan sebagai solusi mencegah meluasnya gagal ginjal akut yang belakangan ini menelan korban anak-anak. Bahan baku obat yang membahayakan ginjal anak-anak dan orang dewasa akan segera dimasukkan ke dalam larangan terbatas (lartas) dan diatur importasinya. Artinya, impor bahan baku tersebut akan diperketat.

Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Didi Sumedi mengatakan pengetatan importasi obat tersebut akan melibatkan Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan; Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan; Kemenko Bidang Perekonomian,

BPOM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Lembaga National Single Window

(LNSW).

"Untuk mencegah terulangnya kejadian gagal ginjal di masa depan dan untuk melindungi masyarakat,

pemerintah saat ini tengah membahas usulan lartas atas importasi bahan baku obat berupa Propilen

Glikol (PG) dan Polietilen Glikol (PEG)," katanya di Jakarta Jumat, 4 November.

Menurut Didi hingga saat ini importasi bahan kimia Propilena Glikol (HS Code 29053200) dan Polietilena Glikol (HS Code 34042000) yang digunakan sebagai bahan baku obat tidak termasuk dalam kategori lartas. Karena itu, komoditas tersebut tidak termasuk dalam importasi yang diatur oleh Kementerian Perdagangan.

Adapun bahan baku obat tersebut ditengarai mengandung cemaran Etilen Glikol (EG), Dietilen Glikol (DEG), dan Etilen Glikol Butil Eter (EGBE) yang menjadi penyebab gagal ginjal akut pada anak-anak.

"Hingga saat ini, importasi Ropilena Glikol dan Polietilena Glikol memang belum diatur importasinya oleh Kementerian Perdagangan karena komoditas tersebut tidak termasuk dalam lartas. Begitu pula

dengan aturan importasi untuk bahan kimia Sorbitol (HS Code 29054400), Gliserin/Gliserol (HS Code

29054500), Etilen Glikol (EG) (HS Code 29053100), Etilen Glikol (EG) (HS Code 29053100), Dietilen Glikol (DEG) (HS Code 29094100) juga tidak termasuk komoditas yang diatur importasinya oleh Kementerian Perdagangan," ungkap Didi.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Veri Angrijono menegaskan bahwa Kemendag senantiasa berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) agar konsumen dapat terlindungi dari obat dan produk farmasi lainnya yang tidak sesuai ketentuan.

"Untuk mencegah semakin banyaknya kasus gagal ginjal akut yang tengah terjadi saat ini, Kemendag

berkomitmen terus mendorong upaya perlindungan konsumen atas produk obat dan farmasi yang tidak

sesuai ketentuan. Hingga saat ini Kementerian Perdagangan terus melakukan pengawasan di

lapangan," tegas Veri.

Kementerian Perdagangan telah menggelar rapat koordinasi dengan para para pemangku kepentingan di bidang farmasi seperti produsen obat, asosiasi perusahaan farmasi dan apotek, distibutor dibidang

obat2an serta asosiasi penjualan online (idEA) yang berlangsung pada Senin, 31 Oktober di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta.

Rapat koordinasi dengan para pemangku kepentingan terkait juga digelar untuk menyamakan persepsi dalam rangka perlindungan konsumen. Kenterian Perdagangan juga telah meminta IdEA untuk menurunkan konten terhadap 81 tautan pada lokapasar dan perdagangan elektronik yang memperdagangkan obat sirup yang dilarang dan serta produk dry shampoo yang tidak memiliki izin edar.

"Produk dry shampoo di Amerika Serikat kini juga tengah diberitakan mengandung senyawa Benzena dan berpotensi menyebabkan kanker," kata Veri.

Dalam rapat koordinasi tersebut, Kementerian Perdagangan juga meminta para pelaku usaha baik

produsen maupun asosiasi perusahaan farmasi untuk mengikuti ketentuan dari pemerintah terkait

produksi dan penjualan obat sesuai standar yang telah ditetapkan.

"Demikian halnya dengan asosiasi penjualan secara daring (online) agar ikut berperan aktif dalam mengawasi dan melakukan tindakan penurunan konten penjualan obat yang dinyatakan dilarang oleh pemerintah," ujarnya.

Veri mengatakan masyarakat juga diminta tidak membeli dan menggunakan produk-produk yang tengah diindikasikan dapat merugikan kesehatan. "Kami meminta masyarakat untuk melaporkan jika masih menemukan obat-obat yang diindikasikan tercemar oleh BPOM dan untuk tidak mengonsumsi produk-produk obat tersebut," ungkap Veri.