Bagikan:

JAKARTA – Indonesia Fintech Society (IFSOC) menyambut positif reformasi di sektor keuangan dengan bergulirnya Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK).

Ketua Steering Committee IFSOC Rudiantara mengatakan, reformasi sektor keuangan diperlukan untuk meningkatkan kapasitas klaster fintech yang semakin berkontribusi pada perekonomian nasional.

Kata dia, diperlukan instrumen hukum yang relevan untuk memenuhi kebutuhan sektor keuangan saat ini, salah satunya merespon perkembangan teknologi.

“Semakin melebarnya jarak antara inklusi dan literasi keuangan menjadi tantangan dalam pengembangan sektor keuangan ke depan,” ujarnya dalam keterangan resmi dikutip Jumat, 28 Oktober.

Menurut Rudiantara, indeks inklusi keuangan di Indonesia juga masih relatif rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan rendah, dan rata-rata dunia. Di sisi lain, jumlah penyelenggara fintech di Indonesia terus bertambah.

“Kita melihat manfaat fintech juga semakin meluas. Sebagai contoh dalam memperluas akses kredit dilihat dari tingkat penyaluran fintech lending yang telah mencapai Rp436,1 triliun dengan nilai outstanding pinjaman Rp47,2 triliun hingga Agustus 2022,” tuturnya.

Oleh karena itu, mantan Menteri Komunikasi tersebut menilai RUU PPSK dibutuhkan sebagai payung hukum pengembangan dan penguatan sektor keuangan digital yang lebih adaptif.

“Rancangan beleid ini harus ditujukan untuk memperkecil jurang antara tingkat inklusi dan literasi keuangan yang saat ini semakin melebar, serta diarahkan untuk memperkuat aspek perlindungan konsumen,” tegas dia.

Dalam Kesempatan yang sama, , Steering Committee IFSOC Tirta Segara menjelaskan pentingnya pengaturan berbasis aktivitas dalam untuk menghilangkan sekat-sekat regulasi, dan menciptakan ekosistem fintech yang integratif.

“Pengaturan berbasis aktivitas dibutuhkan agar proses perizinan dapat agile mengikuti perkembangan industri sektor keuangan,” katanya.

Dia pun menyoroti RUU PPSK sebaiknya diarahkan untuk menciptakan ekosistem yang dapat meningkatkan kolaborasi dengan menghadirkan interkonektivitas dalam seluruh sektor keuangan.

“Sebagai contoh dalam hal pendalaman peran fintech dalam aktivitas penyaluran bantuan sosial (bansos),” imbuhnya.

Mantan Anggota Dewan Komisioner OJK ini juga menyoroti perlunya kejelasan definisi dan pengaturan aset kripto di dalam RUU PPSK.

Menurutnya RUU PPSK juga diharapkan dapat memperluas cakupan aset kripto menjadi aset digital dan difokuskan pada pemanfaatannya yang terbatas pada sektor keuangan.

“Kami ingin RUU PPSK juga sebaiknya dapat memberikan batasan-batasan yang jelas antara aset digital yang dikategorikan dalam sektor keuangan dan nonkeuangan untuk memperjelas kerangka koordinasi dan pengawasan kedepannya,” tutup Tirta.