Ekonom Sebut Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Ibarat Simalakama: Maju Rugi, Mundur Apalagi
Rangkaian kereta inspeksi untuk kebutuhan perawatan Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Tegal Luar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang dilakukan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) menempatkan pemerintah pada posisi yang sulit.

Pasalnya, bila tidak dilanjutkan pemerintah akan mengalami kerugian yang sangat besar.

Sebaliknya, bila dilanjutkan pun pemerintah harus merogoh kocek lebih dalam.

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, proyek KCJB ibarat buah simalakama.

Ketika pemerintah memutuskan untuk melanjutkan proyek tersebut, maka pemerintah harus beban besar akibat membengkaknya biaya kontraksi.

"Jadi proyek Kerata Cepat ini proyek simalakama. Kalau terus dilanjutkan dengan cost overrun, biaya membengkak, terutama dari selisih kurs karena beberapa bahan baku kontruksinya impor," katanya kepada VOI, Minggu, 16 Oktober.

Tak hanya itu, kata Bhima, pemerintah juga harus menanggung pembengkakan dari permasalahan biaya bunga pinjaman semakin membengkak.

Bila biaya kontruksinya meningkatkan maka bunga pun semakin besar.

"Ini akan menjadi beban bagi BUMN dan negara. Maka APBN harus terus melakukan suntikan dan kalau proyeknya selesai pun juga secara operasional negara akan terus melakukan subsudi secara besar-besaran," jelasnya.

Sementara, lanjut Bhima, jika proyek KCJB ini dihentikan maka akan jadi proyek mangkrak. Anggaran yang sudah digelontorkan pemerintah akan hangus.

"Sementara simalakamanya kalau proyeknya dihentikan ini akan menjadi proyek mangkrak yang akan menjadi permasalahan bukan hanya dari sisi ekonomi tapi juga masalah dari hukum," ucapnya.

Jalan Tengah

Karena itu, kata Bhima, pemerintah harus mengambil jalan tengah untuk mengatasi pembengkakan biaya proyek KCJB tersebut.

Jalan tengah yang dimaksud adalah pemerintah harus mendorong sharing the pain atau berbagai beban dengan China.

"Pemerintah perlu mendorong terjadinya sharing the pain atau berbagai beban dengan kreditur. Dalam hal ini adalah China Development Bank, sehingga kreditur juga menanggung pembengkakan biaya," kata Bhima.

Kemudian, menurut Bhima, pemerintah juga harus melakukan renegosiasi atau negosiasi ulang terkait cicilan pokok dan bungan pinjaman dengan kreditur proyek KCJB.

"Kedua dilakukan renegosiasi pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman kepada kreditur yang membiayai Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Jadi dengan renegosiasi ini setidaknya beban cicilan pokok dan bunga pinjaman bisa berkurang atau ditangguhkan sementara waktu," ucapnya.

Bhima mengatakan, hal tersebut perlu dipertimbangkan pemerintah. Apalagi melihat situasi perekonomian dunia sedang terancam resesi.

Menurut dia, jikapun proyek ini beroperasi di tahun depan, penumpangnya akan terkoreksi seiring dengan melemahnya daya beli masyarakat.

"Kalaupun kereta cepat beroperasi, jumlah penumpang mungkin akan terpengaruh karena terjadinya tekanan pada daya beli masyarakat. Sehingga mengakibatkan beban biaya operasional saat kereta beroperasi dibanding dengan pendapatan yang diterima oleh pihak operator tidak sebanding atau gap-nya terlalu lebar," ucapnya.

Taget Beroperasi 2023

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengharapkan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) dapat menjadi bagian konektivitas antarnegara seperti yang digagas negara-negara ASEAN.

Jokowi mengungkapkan, realisasi pembangunan proyek kereta cepat hingga Rabu, 12 Oktober, sudah mencapai 88,8 persen dari target.

Dia mengatakan, KCJB dapat beroperasi pada Juni 2023.

Dengan dibangunnya proyek KCJB, Jokowi mengharapkan, mobilitas orang dan barang akan meningkat dan cepat. Hal itu juga akan meningkatkan daya saing perekonomian.

Selain itu, Jokowi berharap timbul efek pengganda ekonomi dari proyek KCJB.

"Kemudian ada titik-titik pertumbuhan ekonomi baru di Jakarta ada, di Bandung ada, kemudian di Kabupaten Bandung juga terjadi," kata Jokowi Jokowi usai meninjau pembangunan proyek kereta cepat di Stasiun Tegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Jokowi juga mengungkapkan memang sempat terjadi kendala terkait kondisi kontur tanah saat pembangunan terowongan (tunnel) 2 dan 11. Namun, kendala itu saat ini sudah teratasi.

"Tanahnya yang sangat sulit dikendalikan, tetapi Alhamdulillah sekarang sudah selesai," kata dia.