Bagikan:

JAKARTA - Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mendesak Pertamina untuk menjawab keluhan masyarakat mengenai kenaikan harga Pertalite dan perbandingan harga antara Pertalite milik Pertamina dan Revvo 89 milik SPBU Vivo. Menurutnya, hal ini sebaiknya disikapi dengan bukti konkret yang bisa mengembalikan kepercayaan publik terhadap produk BBM Pertamina.

"Jadi Pertamina tidak boleh berdiam diri saja, itu arogan namanya," kata Yusri dalam keterangan kepada media, Senin 26 September.

Menurut Yusri, seharusnya Pertamina lebih aktif menawarkan diri terhadap siapa pun termasuk Lembaga Konsumen Indonesia yang dianggap mewakili kepentingan publik untuk melakukan investigasi.

"Meskipun itu seharusnya merupakan kewajiban yang dilakukan oleh Ditjen Migas KESDM dan BPH Migas untuk memastikan spesifikasi teknis BBM produk Pertamina yang dikonsumsi rakyat itu memang sesuai," kata Yusri.

Pasalnya, sambung Yusri, banyak faktor bisa terjadi terhadap penurunan kualitas BBM, sebab pada prinsipnya gasoline memang mudah menguap di saat udara panas dan tercampurnya dengan sisa kotoran pada tangki BBM.

"Sehingga perpindahan BBM dari kilang ke Depo BBM kemudian ke SPBU atau dari kapal ke Depo BBM berpotensi bisa terjadi, misalnya di tangki Depo BBM hasil blending Pertalite Ron 90 bisa terjadi ketika di SPBU sudah menjadi Ron 89," kata Yusri.

Perlu diketahui, lanjut Yusri, Vivo sebagai penjual retail BBM Renvo 89, merupakan milik Vitol Ltd yang merupakan pedagang besar minyak mentah dan BBM serta LPG yang dipasok ke Pertamina juga.

"Mereka tidak ada memperdagangkan BBM di bawah Ron 92, sehingga bisa jadi Renvo Ron 89 yang dijual SPBU Vivo itu bisa jadi nilainya di atas Ron 90," beber Yusri.

Karena pada prinsipnya, kata Yusri, semakin tinggi oktan BBM seharusnya lebih irit pemakaiannya, sebab pembakarannya lebih baik dari oktan rendah.

"Mengingat pembuktian kualitas BBM itu harus dilakukan dari pengujian di laboratorium, yaitu dengan menguji kandungan octan apakah di Ron 89 atau Ron 90 atau Ron 92 dengan menggunakan alat Cooperative Fuel Research (CFR), alat tersebut hanya ada di Lemigas, selain di Pertamina dan kilang TPPI di Tuban," ulas Yusri.

Selain itu, sambung Yusri, uji kandungan Parafinic, Olifinic, Naftanic dan Aromatic (PONA) dalam setiap jenis BBM harus dilakukan, untuk menghindari ambang batas dilampaui seperti yang sudah tertera dalam spesifikasi BBM setiap jenis produk Pertamina, yaitu kandungan Olefin, Aromatik dan Benzena serta Distilasi.

"Oleh sebab itu, publik sangat berharap Pertamina bisa kerja cepat menjawab keraguan soal kualitas BBM mereka, jangan sampai Pertamina digugat ke Pengadilan karena dianggap melanggar Undang Undang," pungkas Yusri.