JAKARTA - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat mendukung program Co-Firing Biomass yang diinisiasi PLN dalam mewujudkan komitmen Net Zero Emission (NZE) atau Nol Emisi Karbon di tahun 2050.
Wakil Gubernur NTB, Sitti Rohmi Djalilah mengatakan Co-Firing Biomass sebagai salah satu peluang yang diharapkan oleh Pemprov NTB untuk mewujudkan Nol Emisi Karbon di tahun 2050.
"Saat ini kita sedang merancang formula bagaimana untuk mendukung program zerowaste, NTB Hijau, pemberdayaan masyarakat dan energi terbarukan sehingga bisa terstruktur dan selangkah demi langkah," ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip dari Antara, Rabu 21 September.
Ia menjelaskan Co-Firing Biomass saat ini lebih fleksibel, bukan hanya dari sampah, tetapi dari kayu-kayu kecil, dan bekas serutan kayu, misalnya bisa didapatkan dari tanaman cepat tumbuh seperti Lamtoro, Gamal dan Indigofera.
"Sekarang lebih fleksibel, bukan hanya dari sampah saja tapi dari ranting-ranting, kayu-kayu kecil, bekas serutan kayu semua itu bisa dipakai gitu jadi semakin meluas jenisnya," katanya.
Sementara General Manager PLN UIW NTB Sudjarwo mengatakan bahwa PLN sudah melakukan Co-Firing menggantikan batu bara dengan sampah di TPU Kebon Kongok, Lombok Barat.
"Penggantian batu bara dengan sampah ini juga dibantu dengan sekam padi, serbuk kayu, tetapi presentasi-nya masih kecil 3 persen dari kebutuhan batu bara," ujarnya.
Menurut dia, upaya peningkatan kapasitas Co-Firing Biomass, yakni membangun hutan energi dan penanaman pohon sisipan.
BACA JUGA:
"Adanya mesin cacah atau wood chipper (kayu, sampah organik, bongol jagung), Peralatan untuk meningkatkan Kalori Bomassa dan TJSL mesin pemipil jagung," katanya
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB, Julmansyah, mengatakan terkait hutan energi yang bisa dapat dimanfaatkan, seperti pemanfaatan lahan kritis atau lahan kering, lahan hasil deforestasi, hasil perambahan hutan yang banyak tersebar di Pulau Sumbawa.
"Lahan kawasan hutan yang legal yang bisa menjadi tapak pembangunan hutan energi. Kita punya areal perhutanan sosial sekitar 78 ribu hektar, belum dipisahkan mana hutan lindung dan produksi. Tetapi, areal tapak pengembangan hutan energi yang dibutuhkan PLN, akan dialokasikan dari areal perhutanan sosial di fungsi hutan produksi dan itu tersebar di Pulau Sumbawa," katanya.