Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Thohir menilai faktor kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang baru-baru ini ditetapkan pemerintah menjadi penyebab kesulitan distribusi pangan yang dihadapi Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.

"Penghambatan distribusi ini bisa saja karena harga-harga mulai naik, transportasi juga naik, BBM kita, seperti kita ketahui mengalami kenaikan beberapa hari yang lalu, ini juga menjadi pemicu angka inflasi itu sulit untuk kita kendalikan di angka 3 perses sampai akhir tahun ini," ujar Hafisz dalam keterangan resmi, Senin, 12 September.

Menurutnya, jika terjadi kenaikan harga-harga kebutuhan masyarakat, penyebabnya tidak lain dan tidak bukan adalah karena kenaikan harga BBM subsidi.

Karena jika kenaikan terjadi antara 15 sampai 30 persen dari harga produk yang akan dijual, maka jika BBM dinaikkan menjadi 50 persen, secara otomatis dia akan menjadikan harga-harga komoditas turunan di bawahnya menjadi naik antara 7,5 sampai 17,5 persen.

"Hari ini kita mendapati orang-orang mulai kesulitan mendapatkan cabai, telur dan lain sembilan bahan pokok lainnya, itu sudah pelan-pelan dan pasti mengalami kenaikan. Tadi juga disampaikan bahwa nelayan-nelayan sudah sulit untuk melaut karena BBM-nya mahal, dan mereka mengurangi jadwal pergi ke laut, itu akibatnya dan pasti sebentar lagi harga ikan akan naik juga,” tambahnya.

Hafisz juga mengingatkan pemerintah pusat dan daerah, dalam menentukan harga-harga sektor lain yang terdampak akibat kenaikan BBM subsidi, mengingat ketika terjadi persoalan terhadap rantai pasok, maka kehati-hatian dibutuhkan dalam menentukan harga tersebut.

Itulah mengapa dirinya lebih sepakat jika menyebut penyebab inflasi bukan disebabkan oleh sektor pangan dan transportasi, namun kenaikan harga BBM subsidi lah yang menjadi faktor utama inflasi.

"Kita selalu bicara cabai penyebab inflasi, sesungguhnya faktor inflasi terbesar itu adalah BBM. Maka dari itu kita mengkritisi kenapa (harga) BBM harus naik setinggi itu," kata Hafisz.

"Tadi saya sampaikan beberapa negara juga bisa berhasil mengontrol harga minyaknya. Kalau inflasi tidak bisa kita kontrol dengan harga, maka kita hanya mengomong di atas angin saja terhadap rencana-rencana asumsi makro kita, inflasi 3 persen pertumbuhan 5,6 persen dan juga kemiskinan diturunkan sekian juta dan lain sebagainya," tuturnya.

Terakhir, Hafisz mengatakan, inflasi terjadi karena daya beli masyarakat yang menurun akibat gejolak harga di pasaran, maka secara otomatis angka kemiskinan akan naik.

Menurutnya, Bantuan Langsung Tunai (BLT) tidak akan menyelesaikan pokok persoalan, karena sejatinya yang dibutuhkan masyarakat adalah jalan keluarnya.

"Kita melihat bahwa, upaya untuk mengendalikan kemiskinan ini melalui BLT itu tidak akan menyelesaikan pokok persoalannya, karena sesungguhnya rakyat miskin ini harus dicarikan Jalannya, bukan diberi sesuap nasi atau diberikan BLT, karena itu tidak menghilangkan kemiskinan yang sudah mereka hadapi bertahun-tahun," pungkasnya.