JAKARTA - Ketua Dewan Pertimbangan DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Mahyudin, menyarankan kepada pemerintah dan BPH Migas untuk melakukan berbagai upaya agar penyaluran subsidi BBM tepat sasaran dan tidak terjadi kebocoran.
"Agar tidak terjadi kebocoran dan subsidi tepat sasaran, kerja sama pengawasan penyaluran BBM subsidi perlu diperkuat lagi," kata Mahyudin pada Webinar Partai Perindo bertajuk "Pasca Kenaikan Harga BBM, Bagaimana Sistem Pengawasan Agar Tak Menguap Lagi?" di Jakarta, Jumat 9 September.
Menurutnya, kerja sama pengawasan penyaluran BBM subsidi dengan menempatkan personil Polri di setiap SPBU sejauh ini sudah berjalan dengan baik.
"Ini saya kira sudah mulai berjalan, saya lihat ada beberapa penimbun-penimbun, tetapi setahu saya bukan penimbun-penimbun besar," ujarnya.
Selain itu, Mahyudin menuturkan pemerintah --dalam hal ini BPH Migas-- harus mempercepat skema penyaluran subsidi BBM dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
"Yang tadi sedang dipersiapkan, saya berharap segera disosialisasikan," ujar Mahyudin.
Dalam revisi Perpres tersebut, Mahyudin berharap bisa memasukkan beberapa usulannya.
Pertama, mengubah ketentuan penyaluran BBM bersubsidi jenis Solar, termasuk kepada kendaraan roda enam milik perkebunan dan pertambangan.
Kedua, di dalam Perpres itu perlu memasukkan jenis dan kriteria kendaraan yang berhak mendapatkan Pertalite.
"Sebenarnya kalau kita lihat kemajuan bangsa kita sekarang sudah memakai KTP Nasional di mana orang dengan satu NIK sudah terverifikasi siapa saja yang miskin," ungkapnya.
BACA JUGA:
Ketiga, mengintegrasikan data penerima subsidi BBM yaitu NIK, dan NPWP, sehingga terlihat kelas ekonomi dan NPWP yang dibayarkan.
"Data ini bisa digunakan dalam penyaluran BLT BBM ini," kata dia.
Kemudian memanfaatkan sistem digital dengan aplikasi MyPertamina. Hal ini bisa membantu pendataan dan subsidi lebih tepat sasaran.
Di mana di dalam aplikasi tersebut tersedia nama, alamat, NIK, jenis kendaraan yang dimiliki dan lain sebagainya.
Berikutnya, lanjut Mahyudin perlu kerja sama antara BPH Migas dengan Pemda melalui Kemendagri dalam mengawasi penyaluran BBM di daerah.
Mengingat, BPH Migas tidak punya kantor perwakilan di daerah. Terlebih, pegawai BPH Migas di pusat hanya puluhan orang dan tidak mungkin mengawasi sebanyak 6.729 SPBU di seluruh Indonesia.
"Saya kira sudah mulai dikerjakan, tinggal perlu diperkuat kerjasamanya agar bisa memonitor 6.729 SPBU," tegasnya.
Mahyudin menegaskan agar penyaluran tepat sasaran perlu kebijakan yang beragam. Pasalnya, selama ini pemerintah dalam menyelesaikan masalah seperti penyaluran BBM bersubsidi cenderung pukul rata.
"Sehingga banyak terjadi peluang kebocoran atau tidak tepat sasaran di mana BBM bersubsidi itu diperuntukkan bagi masyarakat tidak mampu," pungkasnya.