Bagikan:

JAKARTA - Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) mengungkapkan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi akan berdampak pada kenaikan ongkos produksi dan logistik industri makanan dan minuman (mamin).

Kenaikan tersebut akan berkisar antara 1 hingga 2 persen dari total keseluruhan ongkos produksi dan logistik industri.

"Kalau industri mamin hitungan saya, BBM itu akan pengaruh paling besar ke loigstik, baik itu di hulunya bahan baku maupun di hilirnya produk jadinya. Kalau di industrinya sendiri kita sudah terbukti tangguh," ujar Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman saat ditemui di Jakarta, Rabu, 31 Agustus.

Adhi menilai, dengan asumsi peningkatan harga BBM subsidi sebesar 30 persen dari harga saat ini, akan berpengaruh sekitar 1 sampai 2 persen pada ongkos logistik dari kondisi sebelumnya. 

Adhi merinci, BBM memiliki kontribusi sekitar 50 persen dari keseluruhan ongkos logistik dan sisanya adalah biaya untuk biaya supir, tol, dan lain sebagainya.

Sementara itu ongkos logistik memiliki kontribusi sekitar 4 hingga 10 persen terhadap keseluruhan biaya produksi sehingga rata-rata omgkos logistik.

"Rata-rata pengaruh logistik itu distribusi sekitar 4 hingga 8 persen tergantung dari nilai barangnya. Semakin mahal semakin kecil persentasenya," lanjut Adhi.

Meski demikian, Adhi menuturkan pihaknya lebih memilih untuk mengurangi margin profit ketimbang menaikkan harga jual produk di pasar demi menjaga daya beli masyarakat.

Selain itu, menurutnya, menaikkan harga makanan olahan tidaklah gampang karena memiliki rantai pasok dan negosiasi dengan ritel yang cukup panjang.

"Jadi kita lebih baik sampai akhir tahun ini kita coba mengurangi margin saja dulu, sambil kita berproses melakukan inovasi dan efisiensi, supaya penurunan marginnya tidak terlalu berat," kata Adhi.

Adhi berkeyakinan, kenaikan harga BBM ini tidak begitu memengaruhi kenaikan pada harga pangan di tanah air.

Pasalnya, harga bahan baku pangan mulai menunjukkan tren penurunan dalam beberapa waktu terakhir.

"Kebetulan kita sangat beruntung sekali, tren harga komoditi sudah mulai menurun dan tidak setinggi Maret sampai Mei. Maret sampai Mei aja kita bertahan, masa kita sekarang tidak bertahan?," pungkasnya.