Bagikan:

AMBON - Direktur Utama PT Bank Maluku-Maluku Utara Syahrisal Imbar menegaskan pihaknya berupaya memenuhi peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyaratkan perbankan mempunyai modal minimal Rp3 triliun sampai akhir tahun 2024.

Pernyataan Syahrisal sekalligus membantah BUMD tersebut mendapat pinjaman senilai Rp1,5 triliun dari Bank DKI Jakarta.

"Kami tidak butuh pinjaman dan yang ada hanyalah upaya mematuhi Peraturan OJK Nomor Regulasi 12/POJK.03/2020 tanggal berlaku 17 Maret 2020 yang mewajibkan seluruh bank di Indonesia mempunyai modal Rp3 triliun sampai akhir tahun 2024," katanya diberitakan Antara, Selasa 30 Agustus.

Peraturan OJK Nomor Regulasi 12 /POJK.03/2020 tanggal berlaku 17 Maret 2020.

Jadi bukan hanya Bank Maluku-Maluku Utara tetapi totalnya ada 14 Bank Pembangunan Daerah di Indonesia termasuk banyak bank swasta yang modalnya belum mencapai angka Rp3 triliun.

Skenario yang diambil BM-Malut yakni mengharapkan setoran modal dari para pemegang saham perusahaan yakni pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, tetapi rupanya skenario itu tidak bisa jalan.

Sehingga muncul skenario kedua yaitu KUB atau Kelompok Usaha Bank yang melakukan kerja sama dengan bank lain dan bukan termasuk dalam bentuk pinjaman.

"Bank Maluku-Malut justru kelebihan dana jadi tidak pinjam dan saat ini baru sebatas penjajakan kerja sama," katanya.

Kalau pun itu masuk kategori penyertaan modal maka tidak akan banyak jumlahnya dan tidak mengambil alih peran Provinsi Maluku sebagai saham mayoritas.

"Pemprov Maluku sebagai pemegang saham pengendali di BUMD tersebut saat ini memiliki sebesar 43 persen dan kalau pun ada bank lain masuk, bukan meminjamkan dana kepada kita namun hanya menyertakan modal," ucapnya.

Bank Maluku-Malut pernah melakukan hal yang sama dengan pihak BNI 46 pada tahun 1998-2000 dimana BNI 46 membantu penyertaan modal dan setelah dinyatakan kuat maka kerja sama berakhir.

"Mungkin mereka hanya berikan Rp100 juta atau Rp200 juta jadi tidak dibilang pinjam karena hanya menyertakan modal dan akan ada bagi hasil bila ada keuntungannya," kata Syahrisal.

Jadi tidak benar disebut ada pinjaman uang tetapi penyertaan modal yang nilainya di bawah saham milik Pemprov Maluku 43 persen, dan penyertaan modalnya antara 20-25 persen.

"Karena ini hanya sebatas penyertaan modal dan tidak ada konsekuensi apa pun, karena nantinya begitu BM-Malut menjadi kuat dan sama dengan bank lainnya di Indonesia ada perjanjian. Jadi tidak ada pinjaman Rp1,5 triliun dari Bank DKI," katanya.

Penyertaan modal ini belum tentu dilakukan dengan Bank DKI tetapi dilakukan penjajakan juga dengan Bank Jabar, Banten, DKI, dan bank lain, dan tahapannya dimulai tahun 2023-2024 baru dilakukan penjajakan untuk MoU serta adanya sebuah Peraturan Daerah, maupun RUPS.

Kemudian MoU yang kalau sudah dibuat bisa saja dibatalkan kembali kalau tahapan kerja samanya tidak selesai dan tidak ada persetujuan pemerintah daerah.