3,7 Juta Orang Bekerja di Tambang Ilegal, Pemicunya karena Terdesak Ekonomi
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Inspektur Tambang Ahli Madya Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM Antonius Agung Setijawan mengatakan, sekitar 3,7 juta orang bekerja di lokasi pertambangan tanpa izin (PETI) atau tambang ilegal.

Hal tersebut didasari faktor terbatasnya lapangan kerja.

“Jumlah itu terbagai di 96 lokasi tambang batu bara dan 2.645 lokasi tambang mineral,” ujarnya dalam keterangan kepada media, Selasa, 23 Agustus.

Antonius menjelaskan sederet faktor penyebab yang mendasari maraknya aktivitas tambang ilegal. Faktor pertama, yakni desakan ekonomi.

Hal ini pun didorong dengan tidak adanya syarat pendidikan dan hasil keuntungan instan karena harga komoditas yang tinggi, membuat masyarakat terjun menjadi penambang ilegal.

Tak hanya itu, kata dia, kegiatan tambang tanpa izin berpotensi merusak lingkungan hidup.

Di beberapa tempat, kata dia, banyak menimbulkan pendangkalan sungai yang kemudian mengurangi kesuburan tanah yang akhirnya menimbulkan bahaya banjir.

"Umumnya adanya kegiatan-kegiatan pertambangan tanpa izin ini, lingkungannya menjadi rawan terhadap gangguan keamanan," ujarnya.

Menurutnya, kegiatan tambang ilegal harus diberantas secara tuntas dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan juga kepolisian.

Tidak hanya untuk menegakkan peraturan, namun juga untuk mendapatkan penerimaan negara secara lebih optimal.

Pengamat hukum pertambangan Ahmad Redi mengungkapkan, banyak kegiatan di titik pertambangan tanpa izin di sektor mineral dan batu bara, namun nilai kerugian lebih masif di batu bara.

Yang dirugikan, selain perusahaan penambang legal, pemerintah, juga masyarakat karena lingkungan sekitarnya rusak.

"PETI tidak hanya merugikan penambang, tapi juga negara dan masyarakat," imbuhnya.

Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri (Tipidter), Brigjen Pol Pipit Rismanto menjabarkan, saat ini sudah ada koordinasi dan sinkronisasi data antara kepolisian dan Kementerian ESDM terhadap beberapa komoditas penambangan.

“Tambang ilegal ini bukan sekadar melanggar UU Minerba, tapi juga Undang-Undang Ketenagakerjaan terkait K3, UU lingkungan, sampai terdapat penyalahgunaan BBM bersubsidi,” ujar Pipit.

Permasalahan tambang ilegal yang sangat kompleks, menurutnya, tidak bisa diselesaikan dengan berjalan sendiri-sendiri.

“Perlu penataan regulasi yang berkembang dan berkelanjutan yang mampu mendong perekonomian daerah maupun nasional, koordinasi antar lembaga dan sinergi juga harus ditingkatkan," tambahnya.

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhap)i Rizal Kasli mengatakan, pemerintah perlu melakukan penegakan aturan atau law enforcement terkait tambang ilegal, terutama langsung menyasar ke pemodal dan beking yang banyak mengambil keuntungan.

“Tambang ilegal gelap ini termasuk penghindaran dari pajak dan retribusi lainnya, sehingga perlu dibentuk Satgas khusus untuk pemberantasan PETI yang bertanggung jawab langsung ke presiden dan wakil presiden," pungkasnya.