Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berkomitmen mendukung penurunan gas suar atau flare gas dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi (migas) demi mencapai target netral karbon pada 2060.

"Indonesia telah menetapkan target mendukung net zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat lagi, sehingga diperlukan mitigasi emisi gas rumah kaca pada kegiatan usaha migas, salah satunya dengan pengelolaan gas suar," kata Inspektur Migas Ahli Muda Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Chitra Ria Ariska dilansir ANTARA, Selasa, 2 Agustus.

Saat ini, kata Chitra, Kementerian ESDM telah menyusun peta jalan penurunan gas suar sejak tahun 2020 sampai 2024 mendatang.

Pada 2020, Kementerian ESDM mengidentifikasi upaya koordinasi dengan pemangku kepentingan migas dan persiapan komitmen zero routine flaring.

Kementerian ESDM juga telah melakukan penguatan regulasi melalui revisi peraturan terkait pelaksanaan gas suar pada tahun 2021, penyusunan baseline data yang akurat terkait flaring pada 2022, pemetaan penurunan gas suar pada 2023, dan klasterisasi penurunan gas suar dengan mengidentifikasi rantai sumber dan potensi pemanfaatan gas suar serta menentukan pooling system.

Gas suar adalah gas yang dihasilkan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas yang akan dibakar pada suar secara terus-menerus maupun yang tidak terus-menerus dalam kondisi rutin maupun tidak rutin.

Emisi yang dihasilkan gas suar sebagian besar adalah karbondioksida.

Pembakaran gas suar terutama di hilir migas dilakukan untuk keselamatan, misalnya pembakaran dari gas suar untuk pembersihan, percobaan, pengetesan untuk sistem keselamatan dan pembakaran gas suar untuk keselamatan lingkungan.

Ada pula pembakaran gas suar dari tambahan gas sebagai bahan bakar untuk pembakaran gas suar yang mengandung gas pengotor untuk mempertahankan nyala api.

"Selain itu, pembakaran gas suar dari gas bertekanan rendah dan atau pembakaran gas suar dengan kandungan rata- rata gas pengotor lebih besar dari 50 persen mol yang berdasarkan kajian teknis dan keekonomian belum atau tidak dapat dimanfaatkan," papar Chitra.

Lebih lanjut, Chitra mengutarakan, gas suar dapat dimanfaatkan untuk dialirkan kembali ke dalam sistem bahan bakar pada fasilitas produksi, sehingga bisa menghemat BBM, menghasilkan listrik, memproduksi Compressed Natural Gas (CNG), Liquefied Natural Gas (LNG) sebagai bahan untuk memproduksi metanol dan amonia, injeksi gas untuk kegiatan Enhanced Oil Recovery (EOR), untuk meningkatkan jumlah pengangkatan minyak bumi pada blok-blok migas tua.

Adapun volume gas suar untuk kegiatan hulu dan hilir migas mencapai 133,10 MMSCFD.

Sedangkan pemanfaatan gas suar baik hulu dan hilir mencapai 342,97 MMCSFD.

Kegiatan pengelolaan gas suar pada subsektor hulu migas selama 2018-2021, terdapat penurunan pembakaran gas suar disertai kenaikan pemanfaatan gas suar di sektor hulu migas.

Sementara untuk hilir migas cenderung fluktuatif dan seiring dengan optimasi proses produksi jumlahnya semakin turun.

Sampai triwulan ketiga 2021 kebijakan pemerintah menurunkan emisi gas rumah kaca telah dilakukan pemanfaatan gas suar bakar oleh 50 KKKS hulu migas dan tujuh Badan Usaha Hilir Migas.

Total pemanfaatan gas suar bakar untuk kepentingan sendiri sebesar 287 MMSCFD dari 50 KKKS hulu dan 43 MMSCFD dari tujuh Badan Usaha hilir.

“Dengan demikian, total gas suar yang dimanfaatkan dari kegiatan hulu dan hilir minyak dan gas bumi sebesar 342 MMSCFD,” pungkas Chitra.