Bagikan:

JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa posisi utang pemerintah pada akhir Juni berada di angka Rp7.123,62 triliun. Jumlah itu setara dengan 39,56 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Dalam catatan VOI, nilai ini lebih tinggi dari bukuan Mei 2022 yang sebesar Rp7.002,24 triliun atau 38,88 persen PDB.

“Rasio utang terhadap PDB dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal,” demikian risalah Kemenkeu dalam APBN edisi Juli 2022.

Lebih lanjut, penambahan utang sebagian besar terjadi sejak 2020 karena adanya badai COVID-19. Akan tetapi, APBN yang masih defisit belum mampu untuk memenuhi kebutuhan untuk perlindungan masyarakat sehingga Program PEN dilakukan melalui utang.

Secara terperinci, utang pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yang mencapai 88,46 persen dari seluruh komposisi utang akhir semester I 2022.

Sementara berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh mata uang domestik (rupiah), yaitu 70,29 persen.

Selain itu, saat ini kepemilikan oleh investor asing terus menurun sejak 2019 yang mencapai 38,57 persen, hingga akhir 2021 tercatat 19,05 persen, dan per 5 Juli 2022 mencapai 15,89 persen.

“Pengadaan utang pemerintah ditetapkan atas persetujuan DPR dalam UU APBN dan diawasi pelaksanaannya oleh BPK,” ungkap laporan Kemenkeu.

Kemudian, berdasarkan beberapa indikator risiko utang diklaim masih berada pada level yang aman dengan risiko yang terkendali. Diungkapkan bahwa pengelolaan utang yang prudent, didukung dengan peningkatan pendapatan negara yang signifikan dan kualitas belanja yang lebih baik adalah bentuk komitmen dan tanggung jawab pemerintah dalam menyehatkan APBN.

“Kerja keras APBN dan perkembangan ekonomi Indonesia yang cukup resilient diakui oleh berbagai lembaga pemeringkat kredit yang mengafirmasi level peringkat kredit Indonesia, sementara pada saat yang sama banyak negara lain yang mengalami penurunan peringkat,” tulis Kemenkeu dalam keterangannya.