JAKARTA - Pertambangan tanpa izin (PETI) terus menjadi perhatian pemerintah.
Sedikitnya lebih dari 2.700 lokasi pertambangan ilegal yang tersebar di Indonesia.
Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sunindyo Suryo Herdadi mengungkapkan, praktik petambangan ilegal ini berdampak negatif pada kehidupan sosial, ekonomi, dan lingkungan.
"Dampak sosial kegiatan PETI yakni menghambat pembangunan daerah karena tidak sesuai RTRW, dapat memicu terjadinya konflik sosial di masyarakat, hingga potensi menimbulkan penyakit masyarakat, dan gangguan kesehatan akibat paparan bahan kimia," ujar Sunindyo dalam keterangan kepada media, Selasa, 12 Juli.
Selain itu, lanjutnya, pertambangan ilegal juga berdampak bagi perekonomian negara karena berpotensi menurunkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan penerimaan pajak.
"Ini akan memicu kesenjangan ekonomi masyarakat, menimbulkan kelangkaan BBM, dan berpotensi terjadinya kenaikan harga barang kebutuhan masyarakat," lanjutnya.
Dari sisi lingkungan, PETI akan menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, merusak hutan apabila berada di dalam kawasan hutan, dapat menimbulkan bencana lingkungan, mengganggu produktivitas lahan pertanian dan perkebunan, serta dapat menimbulkan kekeruhan air sungai dan pencemaran air.
Pada umumnya lahan bekas PETI dengan metode tambang terbuka yang sudah tidak beroperasi meninggalkan void dan genangan air sehingga lahan tersebut tidak dapat lagi dimanfaatkan dengan baik.
"Seluruh kegiatan PETI tidak memiliki fasilitas pengolahan air asam tambang, sehingga genangan-genangan air serta air yang mengalir di sekitar PETI bersifat asam. Ini berpotensi mencemari air sungai. Bahaya lain yang ditimbulkan PETI adalah batu bara yang terekspos langsung ke permukaan berpotensi menyebabkan swabakar, sehingga dalam skala besar berpotensi menyebabkan kebakaran hutan," pungkas Sunindyo.
BACA JUGA:
Untuk diketahui, pelaksanaan PETI juga umumnya mengabaikan keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Banyak terjadi pelanggaran seperti menggunakan peralatan yang tidak standar, tidak menggunakan alat pengamanan diri (APD), tidak adanya ventilasi udara pada tambang bawah tanah, dan tidak terdapat penyanggaan pada tambang bawah tanah.