Bagikan:

JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan potensi kerugian negara akibat pertambangan tanpa izin (Peti) pada tahun 2019 mencapai Rp1,6 triliun.

"Yang teridentifikasi sama kita Rp1,6 triliun tapi ini wajib harus kita tangani dan penting adalah dampak kerusakan lingkungannya," ujar Arifin dalam Sarasehan Sinkronisasi Tata Kelola Pertambangan, Mineral Utama Perspektif Politik, Hukum, dan Keamanan, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Selasa 21 Maret.

Arifin juga mengungkapkan estimasi kerugian tahun 2022 akibat Peti adalah sebesar Rp3,5 triliun.

"Kegiatan penambangan ilegal di daera banyak masalah yang harus kita hadapi ngga hanya masalah penegakan hukum saja tapi juga terimbas ada masalah sosial yang harus ditindaklanjuti," lanjut Arifin.

Dirinya menambahkan jika pengelolaan tambang ilegal ini memang sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Ia menyebut dala UU tersebut terdapat klausul yang menyebutkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) diperluas dari IPR 25 hektar mejadi 100 hektar.

"Dan diminta kepala daerah memberikan rekomendasi mengenai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) kemudian WPR akan dibina bagaimana mereka melakukan pengelolan tambang secara baik dan top managerial yang perlu dilengkapi," beber Arifin.

Dia menyebut setidaknya terdapat 2.741 lokasi pertambangan ilegal dengan rincian sebanyak 1.092 lokasi sudah masuk dalam WPR dan 1.600 lokasi masih perlu diselesaikan.

"Dari pengelolaan ini ada penggradasian, melalui penegakan hukum, dan tentu saja harus melalui satgas penegakan hukum, tentu saja yg sudah terlegalisasi akann diterapkan sistem digitalisasi, jalur formalisasi dilakukan melalui penerbitan izin pertambangan rakyat juga mengenai bina pengawasan," pungkas Arifin.