JAKARTA - Climate Policy Initiative (CPI) Indonesia dalam studinya mengenai Kepatuhan Laporan Berkelanjutan dan Komitmen Keuangan Berkelanjutan di Sektor Perbankan menunjukkan bahwa bank nasional dan asing lebih tertarik untuk membiayai usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) daripada ke sektor hijau.
Associate Director Climate Policy Initiative, Tiza Mafira mengungkapkan bahwa, dari segi komitmen keuangan berkelanjutan (sustainable finance), temuan CPI Indonesia menunjukkan bahwa, walaupun terus bertumbuh, porsi yang dialokasikan sektor perbankan untuk pendanaan 11 kategori hijau tersebut hanya 27 persen, sedangkan sebanyak 73 persen diberikan untuk kegiatan sosial UMKM.
"Diperlukan kontribusi yang lebih tinggi baik dari sektor perbankan dan dari sektor lembaga jasa keuangan lainnya untuk mendorong pendanaan hijau di Indonesia," kata Tiza dalam keterangan kepada media, Sabtu 2 Juli.
Sementara itu Senior Analyst Climate Policy Initiative, Luthfyana Larasati mengungkapkan bahwa industri pasar modal merupakan salah satu sektor yang memiliki potensi tinggi untuk ikut serta dalam menghijaukan ekosistem di sektor keuangan.
Menurut data statistik dari OJK dan BEI, kapitalisasi pasar modal Indonesia sejak 2015 hingga April 2022 telah mencapai Rp9,4 kuadriliun, setara dengan 55 persen dari PDB 2021 atau hampir 3,5 kali lipat APBN di tahun 2022.
Sementara itu, Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) sebagai salah satu komponen sektor keuangan berpendapat bahwa penyampaian Laporan Berkelanjutan adalah satu upaya penting pada sektor pasar modal dalam mendukung keuangan berkelanjutan serta komitmen mengoptimalkan dana tanggung jawab lingkungan dan sosial.
Rudy Utomo, selaku Komite Ketua Umum APEI mengungkapkan, upaya lainnya yang dapat diinisiasi oleh industri pasar modal adalah dengan mengembangkan produk-produk pasar modal yang bertemakan wawasan hijau.
BACA JUGA:
"Prinsip keuangan berkelanjutan direspon baik oleh pelaku pasar, terbukti dari meningkatnya porsi portfolio hijau melalui penerbitan indeks baru berwawasan lingkungan selain SRI-KEHATI, yaitu Indeks ESG Leaders di tahun 2020, dan meningkatnya penerbitan produk investasi berkelanjutan seperti green bonds dan sustainability bonds," ujarnya.
Terlebih lagi, diterbitkannya Taksonomi Hijau Indonesia 1.0 oleh OJK di awal tahun 2022, memberikan acuan dalam penguatan dan pengembangan instrumen hijau dan berkelanjutan kedepannya. Taksonomi hijau juga dapat membantu proses pemantauan berkala pembiayaan dan investasi hijau, sehingga kedepannya dapat membentuk pelaporan dan pengungkapan yang lebih hijau (green reporting).
"APEI terus mendukung industri pasar modal untuk meningkatan best-practice atas Laporan Berkelanjutan, serta melakukan pengembangan produk keuangan berkelanjutan dan peningkatan praktik ESG. Dari berbagai pedoman dan aturan, harapannya ada satu acuan atau framework yang dapat menyelaraskan pemahaman (definition), pelaporan (reporting), dan pengungkapan informasi (disclosure) tentang green finance dan sustainable finance," pungkasnya.