JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan dana abadi pendidikan merupakan inisiatif pemerintah untuk memastikan bahwa serapan anggaran bisa tercapai dengan baik. Pasalnya, mandatori Undang-Undang mengharuskan 20 persen dari jumlah belanja negara harus dialokasikan ke sektor edukasi.
Tantangan kemudian muncul saat penerapan di lapangan. Anggaran pendidikan yang sebagian besar disalurkan ke pemerintah daerah dianggap belum cukup efektif. Padahal, porsi 20 persen dari belanja negara itu mencapai nilai hingga ratusan triliun.
“Pertama kali ide untuk membuat dana abadi pendidikan adalah waktu itu karena ada mandat 20 persen yang tidak bertemu dengan kesiapan dalam menggunakan atau membelanjakan secara sangat optimal dan efisien, apalagi tanpa korupsi,” ujar dia ketika berbicara dalam Peluncuran Merdeka Belajar pada Senin, 27 Juni.
Untuk itu, jajarannya selaku pengelola keuangan negara kemudian mengambil langkah strategis untuk menangani tantangan yang terjadi.
“Kami di Kementerian Keuangan lalu berinisiatif membangun dana abadi pendidikan supaya uangnya itu tidak selalu dialokasikan saja,” tutur dia.
BACA JUGA:
Menkeu pun memastikan bahwa pemerintah mempunyai komitmen yang tinggi dalam memajukan aspek sumber daya manusia agar tingkat kesejahteraan masyarakat dapat semakin berkembang.
“Poinnya adalah pemerintah sangat concern terhadap kualitas dan akreditasi perguruan tinggi. Kami ingin benar-benar memikirkan bagaimana cara untuk membuat kebijakan agar bisa meningkatkan kualitas sumber daya manusia,” tegas Menkeu Sri Mulyani.
Sebagai informasi, Indonesia saat ini telah memiliki Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang bertugas untuk menyelenggarakan dana abadi pendidikan. Lembaga special mission vehicles (SMV) Kementerian Keuangan itu telah dirintis Sri Mulyani sejak 2009 tatkala masih menjadi menteri di era Presiden SBY.
Adapun, hingga 31 Maret 2022 total dana kelolaan LPDP telah mencapai Rp99,1 triliun dan direncanakan penambahan sebesar Rp20 triliun untuk tahun ini.