JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif hari ini melakukan tinjauan ke beberapa titik infrastruktur Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi, yaitu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPUBN) dan Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Labuan Bajo.
Arifin mengimbau, kepada PT Pertamina (Persero) untuk mengantisipasi adanya lonjakan permintaan mengingat Labuan Bajo merupakan wisata prioritas pemerintah.
"Kita harus antisipasi daerah ini akan banyak kunjungan wisatawan. Tentu kebutuhan avtur dan BBM akan meningkat," ujarnya saat meninjau langsung di Lauan Bajo, Jumat 24 Juni.
Guna memperhitungkan kondisi tersebut, Arifin meminta pihak Pertamina juga meningkatkan level keamanan (safety) dan jaringan logistik di setiap infrastruktur BBM.
"Ini masih terlalu sederhana, kita minta perbaiki logistiknya supaya bisa lebih hemat dan efisien," imbuhnya.
Pemerintah berharap penataan operasional logistik berdampak pada efisiensi mengingat sat ini terjadinya lonjakan harga minyak dunia yang cukup tinggi.
"Sekarang ini harga minyak dunia sudah di atas 100 hingga 120 dolar AS per barel. Harga keekonomian BBM RON 90 maupun RON 92, rata-rata di atas Rp30.000. Kita harus antisipasi ini karena situasi krisis energi tidak bisa diramalkan selesai tahun ini atau lebih lama lagi," lanjutnya.
Selanjutnya, ia membandingkan dengan harga BBM di Indonesia yang jauh lebih murah.
"Pertalite (RON 90) saja dijual Rp7.650, Pertamax (RON 92) kita jual Rp12.500. Makanya, kita perlu mengingatkan ke masyarakat agar menggunakan BBM seefisien mungkin. Ini berdampak pada (membengkaknya) alokasi subsidi," bebernya.
Khusus pelayanan nelayan, Arifin mengungkapkan adanya beberapa kebutuhan BBM yang belum terpenuhi.
"Itu sudah ada meknismenya, Pak Gubenur NTT akan bantu menyelesaikan, semoga secepatnya keluar rekomendasi yang permanen," katanya.
Pemerintah pun merespons dengan baik adanya laporan tersebut.
Bagi Arifin, kebutuhan BBM bagi masyarakat harus diprioritaskan. Untuk itu, pemerintah akan mempertimbangkan menambah alokasi BBM.
"Kalau nelayan membutuhkan, pemerintah harus merespon. Cuma ada aturannya, mekanisme pemberiannya bagaimana, misalnya untuk nelayan yang kapalnya 3 gross tonnage (GT)," tegasnya.
BACA JUGA:
Kendati begitu, Arifin mengapresiasi kinerja pengawasan yang ketat atas pendistribusian BBM baik subsidi maupun non-subsidi di Nusa Tenggara Timur.
Tak hanya itu, realisasi dari alokasi pendistribusian BBM subsidi di Nusa Tenggara Timur mencapai 44 persen hingga 19 Juni 2022.
"Penyaluran cukup bagus. Masyarakat cukup tertib. Kita berharap khususnya daerah perbatasan nanti diawasi," tandasnya.
Berdasarkan data PT Pertamina (Persero), hingga 20 Juni 2022, realisasi BBM jenis Pertalite di Nusa Tenggara Timur mencapai 152.829 kilo liter, sementara realisasi BBM jenis Solar mencapai 65.646 KL.