JAKARTA - Laporan Indonesia Economic Prospect (IEP) oleh Bank Dunia Juni 2022 memprediksi perekonomian Indonesia akan tumbuh 5,1 persen pada 2022 dan naik menjadi 5,3 persen di 2023.
Menanggapi hal tersebut, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai proyeksi tersebut didasarkan pada beberapa faktor pendukung, seperti kepercayaan konsumen yang meningkat, nilai tukar perdagangan yang lebih baik, dan lonjakan permintaan yang tertahan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan outlook Bank Dunia sejalan dengan rentang pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan pemerintah.
“Ini mengindikasikan bahwa daya tahan Indonesia masih terjaga di tengah peningkatan risiko global,” ujarnya dalam keterangan pers pada Rabu, 22 Juni.
Menurut Febrio, pemulihan ekonomi masih berlanjut meski di tengah situasi global yang semakin menantang, baik karena tekanan inflasi dunia, pengetatan kebijakan moneter eksternal, dan perburukan kondisi perekonomian global.
"Setelah mampu tumbuh 3,7 persen di 2021, momentum pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut hingga triwulan I 2022. Pertumbuhan ekonomi tercatat cukup tinggi di tingkat 5,0 persen meski sempat mengalami gelombang omicron,” tuturnya.
Lebih lanjut, anak buah Sri Mulyani itu menegaskan, jika Bank Dunia memberikan catatan antisipasi diperlukan jika kondisi global memburuk.
Selain itu, ada kekhawatiran meningkat atas kerawanan ketahanan pangan dan kemiskinan akibat terbatasnya pasokan dan tingginya harga pangan dunia.
Di sisi lain, inflasi RI untuk sepanjang tahun ini diprediksi lembaga keuangan internasional itu mencapai 3,6 persen atau sesuai sasaran 3 persen plus minus 1 persen.
"Rasio defisit APBN terhadap PDB Indonesia pun diproyeksi secara lebih optimistis oleh Bank Dunia di tingkat 3,7 persen atau lebih baik dari postur APBN 2022 yang baru 4,5 persen. Hal itu mencerminkan optimisme konsolidasi fiskal yang lebih baik," lanjut Febrio.
BACA JUGA:
Untuk itu, Bank Dunia mengidentifikasi beberapa area reformasi struktural yang dapat dipertimbangkan atau dipercepat, antara lain menciptakan ruang fiskal yang lebih besar melalui perbaikan administrasi perpajakan, peningkatan kualitas belanja, dan pengelolaan subsidi yang lebih baik,
“Pemerintah mengapresiasi Bank Dunia yang menilai reformasi kebijakan struktural yang berkelanjutan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi ke depan dan mengurangi ketergantungan pada stimulus ekonomi makro jangka pendek. Hal ini sesuai dengan arah kebijakan fiskal yang dirancang saat ini dan kedepannya,” tutup Febrio.