Bagikan:

JAKARTA - Perusahaan tambang dan pengolahan nikel terintegrasi PT Vale Indonesia Tbk (INCO) berharap dukungan kuat dari pemerintah Indonesia terkait kepastian investasi terutama soal perizinan. Hal ini mengacu pada kerja sama Vale dengan perusahaan pemasok kobalt asal China bernama Zhejiang Huayou untuk mengembangkan proyek smelter nikel di Blok Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Investasi proyek smelter nikel ini mendekati angka 5 miliar dolar AS. "Saat ini serangkaian kegiatan untuk proyek tersebut sedang berjalan," kata Presiden Direktur Vale Indonesia Febriany Eddy dalam keterangan dikutip Antara, Selasa 21 Juni.

Jika rencana pengembangan di Blok Pomalaa sesuai kesepakatan dengan Huayou, maka Vale akan mengadopsi dan menerapkan proses, teknologi, dan konfigurasi High Pressure Acid Leaching (HPAL). Teknologi ini telah teruji untuk memproses bijih kadar rendah guna menghasilkan produk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dengan potensi kapasitas produksi hingga mencapai 120 ribu metrik ton nikel per tahun.

Vale dan Huayou telah mempertebal komitmen dan soliditas mereka agar proyek smelter nikel di Blok Pomalaa segera terealisasi dan beroperasi dengan semangat keberlanjutan.

Kedua perusahaan ini memiliki filosofi yang sama terkhusus mengenai komitmen praktek bisnis yang berkelanjutan, mengutamakan pengelolaan lingkungan, sosial, dan tata Kelola yang terbaik atau ESG. Spesifikasi untuk proyek di Pomalaa telah disepakati guna menerapkan standar ESG kelas dunia.

Febriany menegaskan, Vale berkomitmen untuk menjaga prinsip konservasi mineral melalui optimasi pemanfaatan bijih nikel di Blok Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, yang juga selaras dengan komitmen perseroan terhadap kegiatan pertambangan berkelanjutan.

"Kami berkomitmen untuk meminimalkan jejak karbon proyek. Makanya, Blok Pomalaa tidak akan ada penggunaan batu bara. Itu sudah menjadi komitmen dekarbonisasi," ujar