Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah Indonesia menawarkan investasi untuk mengembangkan sektor energi, terutama minyak dan gas bumi (migas), kepada Pemerintah Norwegia agar Indonesia dapat mewujudkan program transisi energi dan netralitas karbon di masa depan.

"Norwegia memiliki teknologi dan pengalaman di sektor energi. Ini menjadi sumber kerja sama yang kuat antara Indonesia dan Norwegia," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji dikutip dari Antara, Kamis 16 Juni.

Indonesia dan Norwegia baru saja menyelenggarakan acara The 9th Indonesia-Norway Bilateral Energy Consultation (INBEC) di Oslo, Norwegia, pada 13 Juni lalu, untuk meningkatkan kerja sama bilateral dalam sektor energi.

Indonesia berharap dapat mempelajari perkembangan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS), hidrogen, dan angin lepas pantai, di Norwegia, serta pembiayaan di sektor energi.

Indonesia juga mengajak Norwegia bekerja sama meningkatkan pengetahuan staf Kementerian ESDM serta di bidang standar untuk program pelatihan dan industri.

Dalam pertemuan itu, kata Tutuka, Pemerintah Indonesia memaparkan perkembangan kelistrikan, energi terbarukan, juga proyek dan peluang CCS/CCUS di dalam negeri.

Kemudian Indonesia mendengarkan informasi pengalaman Norwegia dalam pengurangan metana, serta penangkapan dan injeksi karbondioksida.

"Indonesia belajar banyak tentang CCS/CCUS dari Norwegia. Berdasarkan beberapa penelitian, Indonesia memiliki potensi simpanan karbondioksida yang cukup signifikan, sekitar 2 gigaton pada depleted reservoir migas dan sekitar 9,68 gigaton di cekungan Sumatera Selatan dan Jawa Barat," kata Tutuka.

Pihaknya sedang melakukan sejumlah studi dan persiapan CCS/CCUS seperti Tangguh EGR/CCUS, Gundih CCUS/CO2-EGR dan Sukowati CO-EOR.

Indonesia juga telah mendirikan National Center of Excellence untuk CCS/CCUS yang diprakarsai oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Kedutaan Besar Kerajaan Norwegia dari tahun 2014 hingga 2015, untuk mendukung studi proyek percontohan CCS Gundih.

Saat ini Indonesia juga sedang melakukan finalisasi peraturan menteri untuk mendukung pengembangan CCS/CCUS, serta melibatkan pemangku kepentingan termasuk negara-negara Eropa, untuk mendapatkan umpan balik dan perbaikan terhadap rancangan yang telah disusun.

Tutuka mengatakan Indonesia memandang Norwegia sebagai teman lama yang selalu bersedia berbagi pengalaman dan keahlian di sektor energi.

Kedua negara tidak hanya mempromosikan kerja sama pemerintah dengan pemerintah, tetapi juga kolaborasi bisnis dengan bisnis, seperti kolaborasi Pertamina dan Aker Solution dalam proyek joint industrial project pengembangan teknologi membrane subsea system.

Lebih lanjut Tutuka menyampaikan ada banyak perubahan situasi dan kondisi yang terjadi sejak pertemuan terakhir pada tahun 2017.

Indonesia telah mulai merumuskan peta jalan netralitas karbon mulai tahun 2021 dengan pengurangan emisi sebesar 314 juta ton pada tahun 2030 dan 1,526 juta ton pada tahun 2060.

Pemerintah Indonesia sedang menggalakkan beberapa program untuk menjembatani transisi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan.

Pengembangan dan pemanfaatan energi bersih diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi pada masa transisi energi.

"Untuk mendukung transisi energi tersebut, maka dibutuhkan kolaborasi," kata Tutuka.

Indonesia melihat Norwegia sebagai salah satu mitra penting bagi Indonesia dalam mengembangkan energi karena teknologi minyak dan gas bumi serta energi baru terbarukan Norwegia telah berkembang pesat dan terus berinovasi untuk mendorong energi bersih.

Pada 2022, Indonesia berkesempatan menjadi Presidensi G20 dan mengharapkan kolaborasi dengan berbagai negara untuk mendukung transisi energi.

"Kami percaya bahwa kerja sama bilateral dan multilateral dapat saling bahu membahu berkontribusi pada keberhasilan transisi energi," pungkas Tutuka.