Bagikan:

JAKARTA - Penipuan yang mengatasnamakan Bank Central Asia (BCA) belakangan ini kerap bermunculan di berbagai platform media sosial, misalnya melalui WhatsApp maupun akun palsu. Adapun modus yang dilakukan terkait dengan penawaran program upgrade menjadi nasabah BCA Solitaire dan Prioritas.

Direktur BCA Haryanto T. Budiman menjelaskan bahwa kasus cybercrime sendiri makin marak seiring semakin pesatnya perkembangan digital yang terjadi saat ini. Kata dia, tindakan kriminal tersebut memang tidak bisa dipungkiri.

"Kira tahu bahwa pandemi COVID-19 ini mengakselerasi adopsi digitalisasi, tantangan digital ini merupakan risiko baru yang timbul," katanya dalam media gathering di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Senin, 13 Juni.

Haryanto mengatakan salah satu jenis cybercrime yang kerap terjadi adalah penipuan online, seperti dengan munculnya iklan di media sosial, meminta data pribadi seperti nomor kartu kredit, PIN hingga kode OTP.

Untuk mengantisipasi hal ini, kata Haryanto,BCA pun menghubungi pihak Google untuk melakukan take down pihak yang mengatasnamakan salah satu bank swasta terbesar itu.

"Ini patut diwaspadai oleh nasabah. Karena bank tidak pernah meminta data pribadi Anda. Jangan pernah memberikan data pribadi Anda kepada siapapun. Kami berinteraksi langsung dengan Google dan menyampaikan masalah ini dan menindak atau mencabut postingan itu," tuturnya.

Bahkan, lanjut Haryanto, ada pula penawaran untuk menjadi nasabah Prioritas. Padahal, kata dia, BCA tidak pernah memasang iklan program upgrade menjadi nasabah BCA Solitaire dan Prioritas melalui media sosial seperti itu.

"Kita juga belakangan mendengar posting-an di Instagram, saya melakukan cek, selalu muncul akun yang aneh, menawarkan balance Rp10 juta bisa jadi nasabah prioritas," kata Haryanto.

"Kita tidak pernah untuk memberikan program upgrade seperti itu, itu adalah pihak tidak bertanggung jawab," sambungnya.

Karena itu, Haryanto meminta agar para nasabah pun diharapkan berhati-hati untuk tidak memberikan data pribadi kepada siapapun.

"Kita ingin edukasi kepada nasabah, sekarang ada 24 juta nasabah untuk lebih berhati-hati dan bijak mendapatkan informasi dan berhati-hati memberikan data pribadi kepada penjahat. Itu tantangan ke depan, mudah-mudahan nasabah kita lebih aware terhadap risiko yang timbul dengan adanya posting tersebut," ucapnya.